Kagebunshin no Jutsu!!

Sesungguhnya dirimu sendirilah yang bisa membantu mengatasi masalahmu...

Look at the mirror!!

Terkadang kita perlu melihat diri kita sendiri untuk introspeksi...

Sebuah harapan

Serius bekerja,, jalani apa yang ada,, jangan takut,, jangan menyerah...

Doa

Selalu ingat pada Yang Maha Kuasa di setiap usaha yang dilakukan...

FKG UGM

Tempat perjuangan hidup dan mati demi masa depan yang cerah...

Selasa, 23 April 2013

Restorasi Amalgam Klas II dan Klas V


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya teknologi, pengetahuan masyarakat mengenai penyakit gigi dan mulut pun semakin meningkat. Saat ini, masyarakat sudah semakin sadar untuk menjaga kesehatan giginya dari berbagai kerusakan, misalnya karies. Karies masih menjadi permalahan utama kesehatan mulut di masyarakat Indonesia. Karies dapat didefinisikan sebagai  rusaknya email maupun dentin gigi yang disebabkan karena mikroorganisme dan membutuhkan waktu sampai terjadinya karies. Menurut Black, karies dapat dibagi menjadi lima kelas. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan letak daerah yang mengalami karies seperti klasifikasi karies klas II, daerah yang  mengalami kerusakan di interproksimal gigi posterior, dan kelas V yang merupakan daerah di satu per tiga gingiva.
Ada berbagai macam bahan pengisi tumpatan yang dapat  digunakan untuk melakukan restorasi. Beberapa diantaranya adalah amalgam, semen ionomer kaca, dan  resin komposit. Pemilihan bahan tentunya disesuaikan dengan indikasi  kasus yang terjadi dan juga mempertimbangkan aspek estetika dan ekonomis yang diinginkan pasien.
Pada makalah ini, akan dibahas mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan restorasi amalgam kelas II dan kelas V. Hal-hal tersebut meliputi indikasi dan kontraindikasi, batasan-batasan pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V, teknik restorasi yang dapat digunakan, serta kegagalan yang mungkin terjadi pada restorasi amalgam kelas II dan V.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja indikasi dan kontraindikasi pada restorasi amalgam kelas II dan V?
2.      Dimana batasan pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V?
3.      Bagaimana teknik restorasi amalgam kelas II dan V?
4.      Apa saja kegagalan yang mungkin terjadi pada restorasi amalgam kelas II dan V?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.
2.      Untuk memahami sejauh mana batasan pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.
3.      Untuk mengetahui teknik pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.
4.      Untuk mengetahui kegagalan yang mungkin terjadi pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Restorasi Gigi
Restorasi adalah hasil akhir prosedur kedokteran gigi yang bertujuan memugar bentuk, fungsi, dan penampilan gigi.                                       
(Harty  dan Ogston, 1995)

B.     Pengertian Amalgam
Amalgam adalah alloy yang memiliki merkuri sebagai salah satu komponennya. Amalgam yang digunakan dalam kedokteran gigi, adalah bubuk dan cair. Liquidnya yaitu merkuri sedangkan powdenya adalah silver based alloy dengan jenis varian dan kombinasi.
Amalgam adalah campuran merkuri dengan satu atau lebih logam lainnya, amalgam gigi paling moden terdiri dari kombinasi merkuri dengan perak, timah, tembaga, dan zink. Amalgam berasal dari kata yunani ‘malagma’(emolien) dari malassein (untuk melunakkan), titik lebur campuran yang diturunkan dan massa yang demikian dilunakkan oleh adanya merkuri sebagai komponennya.
                                                                                      (McGehee, 1956)

Amalgam didefinisikan sebagai campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Dental amalgam sendiri merupakan campuran dari merkuri (Hg), perak(Ag),timah (Sn), tcmbaga (Cu) dan bahan-bahan lain yang memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur tersebut saling melengkapi jika dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat.
 Amalgam dapat mengalami perubahan dimensi selama pemanipulasiannya. Terdapat dua jenis perubahan dimensi pada amalgam, yaitu kontraksi (pengerutan) dan ekspansi (pengembangan). Ekspansi dapat menyebabkan tekanan pada puIpa dan sensitivitas pasca-operatif, sedangkan kontraksi dapat berakibat pada timbulnya celah keeil dan karies sekunder. Kontraksi terjadi setelah triturasi yang disebabkan oleh larutnya partikel Ag dan terbentuknya kristal V1 yang menimbulkan volume akhir yang lebih keeil dari pada volume awalnya. Suatu kontraksi yang kecil dapat terjadi kembali pada 1-2 jam setelahnya karena pembentukan massa padat Hg di dalam Ag3Sn.
Pada saat kondensasi, kontraksi masih berlangsung karena tekanan yang diberikan menyebabkan bergeraknya merkuri keluar dari massa. Ekspansi yang timbul 20 menit setelah triturasi disebabkan oleh penyusunan yang rapat dari kristal-kristal y1 di dalam matrix. Ekspansi terns berlanjut sampai satu jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan dimensi pada amalgam adalah ukuran partikel alloy, perbandingan merkuri dengan alloy amalgam, waktu triturasi, kondensasi dan kontaminasi
(http://www.researchgate.net/)

C.    Sejarah Amalgam
Amalgam dalam bidang kedokteran gigi disebut dental amalgam, yaitu suatu paduan antara merkuri (Hg) dan suatu alloy. Menurut Charbeneau dkk. (1981) amalgam pertama kali diperkenalkan oleh Taveau pada tahun 1826 di Paris. Pada waktu pertama kali diperkenalkan, amalgam disebut silver amalgam, karena bagian terbesar komponennya adalah perak. Black adalah orang yang pertama kali memperkenalkan amalgam dengan bentuk partikel lathe cut. Dalam publikasinya pada tahun 1896, komposisi alloy amalgam adalah:
1. Ag (perak) 68,50%
2. Sn (Timah putih) 25,50%
3. Au (emas) 5%
4. Zn (seng) 1%

Formula yang dituliskan Black hanya dipakai sebentar, selanjutnya berdasarkan penelitian oleh Flagg, emas dan platina dianjurkan tidak ditambahkan pada formula amalgam. Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan bubuk amalgam bentuk bulatan kecil (spherical), yang kemudian berkembang menjadi partikel yang lebih kecil.
Meskipun amalgam telah dipakai dalam restorasi lesi karies sejak abad ke-15 atau bahkan lebih dini lagi, amalgam masih merupakan suatu bahan yang paling banyak dipergunakan. Kualitas yang paling baik dari amalgam gigi ini adalah tahan lama dan mudah manipulasinya. Cukup bisa beradaptasi dengan cairan mulut, amalgam adalah restorasi yang relatif murah dan dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan dapat dikatakan bahwa amalgam merupakan suatu bahan tambalan yang paling banyak dipergunakan dokter gigi.
Menurut definisi, amalgam adalah campuran dari dua atau beberapa logam, salah satunya adalah merkuri. Seperti nanti bisa dilihat, alloy amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam. Amalgam itu sendiri merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.
Dalam hal ini dikatakan bahwa restorasi amalgam “sering lebih baik daripada kelihatannya.” Kekurangan yang nyata sering tampak pada restorasi yang sudah berfungsi cukup lama, terutama memburuknya bagian tepi, yang disebut “ditching” pada interfase dengan gigi. Kita mungkin membayangkan bahwa karies selalu terdapat pada bagian tepi yang terbuka disebabkan oleh penetrasi dari cairan ludah, debris, dan mikroorganisme. Sebenarnya hal ini tidak selalu terjadi, walaupun restorasi kehilangan estetiknya dan terjadi degradasi terus-menerus. Penjelasannya terletak pada sifat amalgam yang unik. Sewaktu restorasi makin tua, produk-produk korosi terbentuk sepanjang batas antara restorasi dan gigi. Produk ini akan bertindak sebagai pemblokir mekanik dari penetrasi agen-agen beracun. Mekanisme swa-penyembuhan ini menyebabkan bahan restorasi amalgam tahan lama.
Spesifikasi dari The American Dental Association untuk alloy amalgam gigi telah banyak mengurangi jumlah produk komersial yang buruk. Walaupun beberapa tipe tertentu (misalnya, system amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi, yang akan dibahas kemudian) adalah unggul, presentase kegagalan yang tinggi disebabkan karena desain preparasi yang tidak tepat, kesalahan manipulasi dari amalgam dan amalgam yang terkontaminasi waktu pengisian setiap langkah dalam prosedur, dari waktu alloy diseleksi sampai restorasi dipoles, mempunyai efek terhadap sifat amalgam, yang menentukan keberhasilan atau kegagalan restorasi amalgam yang telah dilakukan.

D.    Pengertian Biokompatibilitas
Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kehidupan harmonis antara bahan dan lingkungan yang tidak mempunyai pengaruh toksik atau jejas terhadap fungsi biologi. Biokompatibilitas berhubungan dengan uji biologis yang merupakan interaksi antara sifat fisika atau mekanik melalui degenerasi sel, kematian sel dan beberapa tipe nekrosis. Tujuan biokompatibilitas adalah untuk mengeliminasi komponen bahan yang berpotensi merusakan jaringan rongga mulut.
Sebuah bahan dikatakan biokompatible ketika bahan tersebut tidak merusaklingkungan biologis di sekitarnya. Syarat biokompatibilitas bahan kedokteran gigi adalah:
1.Tidak membahayakan pulpa dan jaringan lunak.
2.Tidak mengandung bahan toksik yang dapat berdifusi, terlepas dan diabsorbsi dalam sistem sirkulasi.
3.Bebas dari agent yang dapat menyebabkan reaksi alergi.
4.Tidak berpotensi sebagai bahan karsinogenik.

E.     Biokompatibilitas Amalgam
Amalgam merupakan bahan yang paling sering digunakan karena bahan ini dapat bertahan lama sebagai bahan tumpatan, mudah memanipulasinya, mudah beradaptasi dengan cairan mulut dan harganya relatif murah. Namun, mengenai masalah efek samping yang ditimbulkan oleh bahan ini masih dipertanyakan karena masih ada anggapan bahwa amalgam berbahaya bagi kesehatan tubuh pasien, hal ini karena di dalam amalgam terkandung merkuri. Merkuri dalam keadaan bebas sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat meracuni tubuh oleh karena itu merkuri di dalam amalgam dianggap berbahaya. Bahaya merkuri ini tidak hanya mengancam kesehatan pasien tetapi juga dokter gigi itu sendiri, uap merkuri yang terhirup pada saat mengaduk amalgam dapat menimbulkan efek toksik kumulatif pada dokter gigi tersebut.
Merkuri yang terkandung dalam amalgam memamg dapat melakukan penetrasi ke dalam struktur gigi. Merkuri yang telah msuk ke dalam dentin dapat menyebabkan terjadinya diskolorisasi pada gigi, tidak hanya itu saja merkuri juga dapat berpenetrasi sampai pada pulpa gigi sehingga malah terjadi inflamasi pada gigi tersebut. Selain itu, tumpatan amalgam juga melepaskan sebagian kecil merkuri pada saat penguyahan makanan sehingga sebagian merkuri masuk dalam tubuh, hal ini juga semakin menambah keraguan atas tingkat biokompatibilitas dari amalgam itu sendiri.
Keraguan atas tingkat biokompatibilitas amalgam terhadap kesehatan tubuh seharusnya tidak perlu terjadi karena sebetulnya mengenai kemungkinan reaksi toksik pada pasien akidat penetrasi merkuri pada gigi serta alergi yang ditimbulkannya belum begitu jelas. Kontak pasien dengan uap merkuri selama pengisian tumpatan amalgam begitu singkat dan jumlah uap merkuri begitu kecil untuk dapat membahayakan tubuh. Bahaya pemakaian amalgam telah banyak dipelajari, perkiraan yang paling bisa diandalkan adalah bahwa merkuri dari tumpatan amalgam tidak cukup signifikan untuk dapat meracuni pasien.

F.     Klasifikasi Kavitas menurut G.V.Black
Kavitas bisa diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok baik menurut kedalamannya, jumlah permukaan gigi yang dikenainya, maupun menurut permukaan mana yang dikenainya. Para ahli pun mengelompokkan kavitas berdasarkan cara yang berbeda-beda. Pengelompokan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi dari Greene Vardiman Black. G.V. Black mengklasifikasikan kavitas menjadi 6 kelas yaitu:
1.   Kelas I
2.   Kelas II
3.   Kelas III
4.   Kelas IV
5.   Kelas V
6.   Kelas IV

G.    Kavitas kelas II
Kavitas kelas II merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan proksimal gigi posterior (gigi molar dan premolar). Kavitas pada permukaan halus atau lesi mesial dan atau distal biasanya berada di bawah titik kontak yang sulit dibersihkan. Menurut definisi Dr. Black, karies Klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satu permukaan proksimal dari gigi sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio – oklusal), DO (disto – oklusal), dan MOD (mesio – oklusal – distal).
Karena permukaan untuk perbaikan biasanya dibuat dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi direstorasi sekaligus. Tetapi bila dilihat dari definisinya, kavitas ini adalah lesi proksimal dan tidak selalu mencakup permukaan oklusal.

(Anonim, 2011)
Ketika ditemukan suatu kasus kavitas kelas II disertai dengan kavitas pit dan fisure (kelas I), maka keadaan ini diklasifikasikan sebagai kavitas kelas II.

H.    Kavitas kelas V
Kavitas kelas V merupakan kavitas yang terdapat pada 1/3 gingival pada semua  gigi, di permukaan bukal, labial, lingual dan palatinal (bukan pada pit dan fisur), namun lesi ini lebih dominan timbul di permukaan yang menghadap ke bibir dan pipi daripada lidah. Kavitas Klas V bisa mengenai sementum selain email.
Kavitas kelas V pada gigi incisivus sentralis kanan atas. (Shuman, 2004)

I.       Kegagalan Restorasi Amalgam Kavitas kelas II
1.      Fraktur marginal ridge (lingir tepi)
Penyebab:
-       Axiopulpal line angle tidak dibulatkan saat preparasi
-       Marginal ridge terlalu tinggi
-       Embrasur oklusal  tidak benar
Solusi:
-       Axiopulpal line angle dibulatkan saat preparasi
-       Tinggi marginal ridge disesuaikan dengan gigi sebelahnya dan dengan oklusi
-       Menciptakan embrasur oklusal yang bersesuaian dengan gigi sebelahnya
2.      Tumpatan overhanging sehingga mengiritasi gingiva
Penyebab:
-       Kesalahan peletakan wedge yang terlalu ke gingival saat insersi amalgam
Solusi:
-       Posisi wedge diletakkan secara benar
3.      Tepi amalgam lemah
Penyebab:
-       Kertidaksesuaian antara tumpatan amalgam dengan arah dinding mesiolingual dan mesiofasial
Solusi:
-       Perhatian khusus pada arah prisma email dan sifat amalgam saat preparasi dan insersi amalgam.
(Roberson, 2006)









BAB III
PEMBAHASAN

A. TUMPATAN KELAS II
1. Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas II:
1.      Kehilangan jaringan gigi sebelum dan selama perawatan minimal. Karies melibatkan permukaan occluso-distal atau mesio-occlusal.
2.      Prognosis yang tidak meyakinkan sehingga yang paling baik adalah memberikan restorasi semipermanen yang tahan lama.
3.      Mudah dikerjakan dan murah.
4.      Gigi masih vital.

Kontra Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas II:
1.      Jumlah karies yang tinggi.
2.      Karies yang luas melibatkan cups.
3.      Dibutuhkan estetik.
4.      Gigi antagonis logam yang tidak sejenis.

2. Batasan Pembuatan Restorasi
Retorasi amalgam klas II dapat bertahan lama jika :
1.   Preparasi gigi tepat
2.   Matriks sesuai
3.   Daerah operasi terisolasi
4.   Material restorasi dimanipulasi dengan tepat
Restorasi dengan bahan amalgam sangat baik digunakan ketika insidensi karies tinggi. Banyak dokter gigi di UK yang masih menggunakan amalgam sebagai bahan tumpatan proksimal. Tetapi, kekurangannya adalah estetika menjadi kurang baik, kurangnya ikatan dengan jaringan pada gigi dan tidak memiliki sifat kariostatik. Amalgam dapat menutup kavitas tapi tidak mendukung enamel dan dentin. Oleh karena itu, ketika estetika menjadi hal yang utama atau ketika enamel dan dentin menjadi lemah akibat karies, restorasi menggunakan resin komposit dapat menjadi pilihan.

3. Teknik Restorasi
Ukuran dari restorasi tergantung dari keadaan dan kebutuhan. Apabila karies menggerogoti email di sepanjang gingival border, haruslah dibuat floor pada restorasi untuk menghilangkan email yang tidak disokong oleh dentin. Luasnya caries lingual dan fasial mempengaruhi besarnya preparasi kavitas.

Dinding dari restorasi di buat kurang lebih datar dan lurus dengan sudut cavosurface pada 90 derajat. Berhasilnya tumpatan tergantung pada akuransi dan ketepatan pembuatan alur (groove).

Keberhasilan suatu cavitas adalah hasil dari pemeriksaan area kavitas seperti kedalaman cavitas, kehalusan occlusal wall atau line angle-nya. Sudut pada alur (groove) dari preparasi kavitas dapat meningkatkan retensi dari restorasi amalgam. Dinding-dinding perifer haruslah halus.

Saat menghilangkan debris apabila kavitasnya luas kemungkinan terpaparnya pulpa lebih meningkat. Untuk itu disarankan memakai base atau liners untuk melindungi pulpa dari restorasi yang dalam.

Apabila restorasi lebih tinggi atau lebih rendah dari permukaan oklusal maka akan meningkatkan akumulasi plak dan mempermudah makanan untuk masuk ke sela selanya sehingga kemungkinan terjadi recurrent caries bisa lebih tinggi.

Pada restorasi amalgam kelas II, ada beberapa tahapan :
a.  Initial Clinical Procedures
Pada tahap ini, dilakukan persiapan sebelum dilakukan preparasi gigi yang akan direstorasi amalgam kelas II. Sebelumnya perlu dilakukan pengecekan oklusi pasien dengan articulating paper. Keadaan trauma oklusi harus dibenarkan agar tidak merusak tumpatan yang telah dibuat. Pada umumnya, anastesi perlu dilakukan untuk restorasi amalgam kelas II. Pemasangan rubber dam juga diperlukan apabila lesi karies cukup luas.

b. Preparasi Kavitas
Hal yang harus diperhatikan yaitu tepi dari preparasi haruslah tajam dan bersih. Celah pada bagian dinding fasial dan lingual dengan groove bentuknya datar, sedangakan pada daerah gingival floor halus. Operator haruslah yakin bahwa celah atau lubang preparasi sudah tepat.

Pertama, harus dibuat occlusal outline form atau occlusal step. Dengan menggunakan bur nomor 245, dilakukan pemotongan pada bagian fisur atau pit yang paling dekat dengan bagian proksimal. Sumbu panjang bur harus sejajar dengan axis gigi. Kedalaman seitar 1,5 mm sampai 2 mm. Agar tercipta preparasi yang konservatif, maka itsmus dibuat sesempit mungkin atau selebar bur nomor 245. Pulpal floor harus dibuat rata, namun tetap disesuaikan dengan pola DEJ.

Ketika kita menjaga bur tetap paralel terhadap axis gigi, maka akan tercipta preparasi yang sedikit konvergen. Beberapa perluasan juga dapat digunakan sebagai retensi, bisa dibuat dovetail atau yang berasal dari fisur central.Yang harus diperhatikan adalah sebelum seorang dokter gigi memperluas area preparasinya sampai bagian marginal ridge, ia harus mmvisualisasikan lokasi akhir dari facial dan lingual walls dari proximal box relatif terhadap kontak area. Hal ini dapat menghindari overextension.

Tahap selanjutnya adalah membuat proximal outline form atau disebut juga proximal box. Tujuan pembuatan proximal box adalah
§    Menghilangkan semua lesi karies, kesalahan, dan material restorative yang lama.
§    Menciptakan margin carvosurface sebesar 90 derajat.
§    Penghilangan jaringan yang dekat dengan bagian fasial, lingual, dan gingival tidak lebih dari 0,5 mm (idealnya).

Pada pembuatan proximal box, hal pertama yang dibuat adalah isolasi bagian enamel proksimal dengan proximal ditch cut. Dengan mengunakan bur berdiameter 0,8 mm memotong enamel dan dentin ke arah gingiva. Untuk enamel sekitar 0,2-0,3 mm, sedangkan dentin sebesar 0,5-0,6mm. Selain itu, jarak dengan gigi terdekat juga harus diperhatikan: untuk lesi yang kecil 0,5 mm.
        
Bagian proximal ditch dapat dibuat divergen ke arah gingiva untuk memastikan dimensi fasiolingual bagian gingival lebih besar dari pada bagian oklusal.
        
Enamel yang terkurung dalam preparasi dihilangkan dengan spoon excavator. Dengan menggunakan enamel hatchet atau bin-angle chiset atau keduanya, enamel proksimal yang tidak didukung dengan dentin. Carvosurface diindikasikan sebesar 90 derajat untuk memastikan tidak ada enamel rods yang tertinggal pada bagian proksimal.

Setelah proximal box telah terbentuk dengan baik, maka selesailah tahap initial preparation. Tahap kedua adalah Final Tooth Preparation. Tahapan ini diawali dengan penghilangan lesi karies pada dentin dan menghilangkan enamel yang tidak didukung dentin. Penghilangan jaringan karies di dentin menggunakan excavator, sedangkan pada lesi yang meluas ke arah pulpa dihilangkan menggunakan round bur.

Kedalaman dari preparasi oklusal adalah 2,0 mm dan kedalam dari proksimal adalah 3 mm.  lebar dari gingival floor sekitar 1 mm.

Pada preparasi ini, pulpal floor dan gingival floor pada bagian proksimal harus cukup rata. Hal ini bisa dilakukan dengan chisel atau hatchet. Kerataan preparasi adalah faktor penting lain, karena ketidak teraturan floor akan menyebabkan titik konsentrasi tekanan. Saat pasien menggigit restorasi, tekanan akan menyebabkan amalgam retak (cracking) atau patah.

Axio-pulpal line angle tidak perlu di-bevel pada preparasi kavitas. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari tekanan dari sudut yang menyebabkan restorasi patah.
    
c.       Restorative Technique
Menempatkan sealer atau adhesive system jarang digunakan, karena penggunaan bonding tidak dapat menggantikan retensi konvensional secara mekanik yang terjadi antara amalgam dan gigi atau dentin.

Pertama tama pasang matrix band disekeliling gigi ke dalam contour proksimal sebelum insersi amalgam ke dalam cavitas. Pembatas kayu (wedge) ditempatkan di embrasure gingival untuk menstabilkan matrix band. Wedge ini harus erat untuk menghindari adanya overhang amalgam. Cara memasang wedge: (1) memutuskan kira-kira 1,2 cm tusuk gigi. (2) pegang bagian yan diputus tadi dengan pliers nomor 110. (3) masukkan poin tip facial atau lingual embrasure (4) ganjal band terhadap gigi dan margin. Batas atau bentuk dari matrix band mempengaruhi berhasilnya restorasi.
Amalgam dimasukkan ke dalam cavitas dengan menggunakan condenser dan marginal di raratakan dengan probe.
Matrix band dilepas setelah di isi amalgam untuk mengetahui apakah ada yang berlebih. Kelebihan amalgam dapat di hilangkan dengan pisau amalgam.
Amalgam kemudian di burnish dengan menggunakan ball burnisher untuk memampatkan amalgam dengan lebih baik. Setelah di burnish, carver digunakan untuk memperbaiki embrasure oklusal dari restorasi.
Kemudian amalgam di polish untuk mengurasi sifat tarnish, korosi dan meretensi plak. Green stone digunakan untuk mempolish amalgam dan di ikuti dengan karang, dan abrasive rubber point. Medium girt dan fine grit abrasive point dengan handpiece kecepatan rendah digunakan untuk polishing tahap akhir dari restorasi. Polishing dilakukan satu hari setelah amalagam di insersikan ke dalam kavitas agar amalgam setting sempurna. Dengan demikian, dapat tercapai permukaan amalgam amalgam yang halus dan berkilau.

4. Kegagalan Restorasi Amalgam Kelas II
Penelitian terhadap restorasi amalgam yang gagal menunjukkan bahwa kesalahan operator pada saat preparasi dan manipulasi bahan mempunyai peranan yang penting terhadap ketahanan sebuah restorasi amalgam.

Kegagalan restorasi kelas II meliputi :
4.   Fraktur marginal ridge (lingir tepi)
     Penyebabnya adalah axiopulpal line angle tidak dibulatkan saat preparasi, marginal ridge terlalu tinggi, dan embrasur oklusal tidak benar. Solusi untuk mengatasi fraktur ini adalah axiopulpal line angle dibulatkan saat preparasi, tinggi marginal ridge disesuaikan dengan gigi sebelahnya dan dengan oklusi dan menciptakan embrasur oklusal yang bersesuaian dengan gigi sebelahnya.

5.   Karies sekunder
     Karies sekunder dapat terjadi pada gigi yang sudah direstorasi. Biasanya terjadi kebocoran pada margin tumpatan dengan jaringan gigi yang sehat.  Dapat juga disebabkan karena bagian isthmus pecah sehingga menjadi pintu masuk bagi saliva, sisa makanan dan bakteri. Preparasi yang tidak tepat pada daerah proksimal hingga ke bagian yang mudah dibersihkan (self cleansing) juga mendorong terjadinya karies sekunder.

6.   Tumpatan overhanging sehingga mengiritasi gingiva
     Penyebabnya adalah hesalahan peletakan wedge yang terlalu ke gingival saat insersi amalgam. Posisi wedge harus diletakkan secara benar.

7.   Patah pada isthmus
     Daerah isthmus pada tumpatan kelas II adalah daerah sempit yang menghubungkan dua daerah tumpatan yang lebih besar, sehingga apabila patah pada daerah ini menyebabkan lepasnya dinding proksimal. Pencegahan terhadap patah di daerah isthmus dapat dilakukan dengan memperhatikan letak pembuatan isthmus, yaitu pada sepertiga atau seperempat lebar kuspid mesio-distal dan lebar isthmus ideal sekitar sepertiga jarak buko-lingual. Dasar kavitas pada perbatasan dinding aksial dan oklusal dibuat bevel untuk memberi ketebalan yang cukup sehingga mampu menahan beban kunyah.

8.   Tepi amalgam lemah
     Penyebabnya adalah kertidaksesuaian antara tumpatan amalgam dengan arah dinding mesiolingual dan mesiofasial. Solusinya,harus diperhatian khusus pada arah prisma email dan sifat amalgam saat preparasi dan insersi amalgam.

9.   Restorasi lepas seluruhnya
     Retensi sangat dibutuhkan pada setiap restorasi terutama pada kelas II. Untuk menghindari lepasnya restorasi dari kekuatan tarik maka pada bentuk kavitas kelas II harus dibuat dovetail.

B.     TUMPATAN KELAS V
1.      Indikasi dan kontra Indikasi 
            Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas V:
Kelas V amalgam digunakan untuk menumpat kavitas di sepertiga cervical mahkota gigi baik fasial maupun lingual. Restorasi amalgam biasanya digunakan untuk merestorasi area non-estetik, area dimana akses dan visibilitasnya terbatas dan dimana kontrol kelembapannya sulit, dan untuk area dengan area yang dalam secara gingival. Amalgam lebih dipilih saat lesi karies meluas ke arah gingival dimana flap jaringan lunak harus direfleksikan untuk mendapatkan akses dan visibilitas yang cukup.

Kontra Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas V:
Kelas V amalgam kontraindikasi untuk area-area yang penting secara estetik seperti gigi-gigi anterior karena akan terlihat selama berbicara.

2.      Batasan pembuatan restorasi
Restorasi amalgam untuk gigi dengan kavitas kelas II dan V adalah alternatif untuk pasien dengan lesi baru atau karies akar yang berhubungan dengan restorasi yang sudah lama dan gagal atau untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan mahkotanya.


3.      Teknik restorasi
a.       Prosedur Awal
Salah satu langkah awal yang dilakukan dalam restorasi amalgam adalah isolasi daerah perawatan. Isolasi yang tepat mencegah daerah perawatan terkontaminasi oleh kelembaban, meningkatkan asepsis, dan memfasilitasi akses dan visibilitas daerah perawatan. Saliva, gingival crevicular fluid atau darah harus dihilangkan selama pembuangan jaringan karies, aplikasi liner dan adhesif. Kelembaban menyulitkan penilaian visual dan juga dapat mengkontaminasi pulpa selama pembuangan jaringan karies. Selain itu juga mempengaruhi sifat fisik dari bahan restorasi yang digunakan. Margin gingiva preparasi gigi klas V sering terletak lebih apikal daripada gingival crest. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses isolasi untuk memberi proteksi pada free gingiva dan untuk menyediakan akses ke daerah perawatan.

Macam bahan yang digunakan untuk isolasi daerah perawatan antara lain dengan rubber dam dan retainer, selain itu menggunakan gulungan kapas dan benang retraksi atau retraction cord.
Gambar 1. Penggunaan rubber dam dan retainer untuk isolasi area perawatan

Isolasi menggunakan gulungan kapas dan benang retraksi akan efektif bila pemasangannya tepat, dan cara ini adalah cara isolasi yang paling sering digunakan.

Gambar 2. Penggunaan benang retraksi untuk isolasi lesi klas V. A. Gambaran preoperatif B. Penempatan benang C. Penempatan benang dengan instrumen flat-bladed D. Hasil akhir

Tali retraksi harus diletakkan di sulkus gingiva sebelum preparasi gigi dilakukan untuk menghindari perlukaan pada daerah free gingiva. Benang retraksi ini harus secara adekuat meretraksi free gingiva. Setelah benang retraksi terpasang di sulkus gingiva, dokter gigi menggunakan gulungan kapas dan semprotan udara (air syringe) untuk mengeringkan area perawatan. Ukuran benang retraksi adalah ¼ inchi atau 6mm lebih panjang daripada margin gingiva. Diameternya harusdisesuaikan dengan kedalaman sulkus gingiva karakteristik free gingiva. Biasanya diameter paling kecil dipasang pada sulkus gigi anterior dan gigi premolar karena free gingiva yang terdapat pada gigi-gigi ini tipis, halus, dan ketat. Bila perlu, benang dapat dibagi menjadi dua lalu dipintal menjadi satu sehingga diameternya lebih kecil.Jika free gingiva terlihat memucat, berarti diameter benang retraksi yang digunakan terlalu besar, dan harus diganti dengan yang diameternya lebih kecil. Benang retraksi biasanya dibiarkan terpasang selama proses preparasi gigi, insersi dan carving amalgam.

b.      Preparasi Gigi
Untuk membuat outline form yang tepat untuk preparasi tumpatan amalgam klas V, margin kavitas diperluas sampai pada area yang masih sehat, dengan batasan kedalaman aksial 0.5 mm ke dalam DEJ dan 0.75 mm ke dalam sementum (pada bagian akar gigi). Outline form untuk preparasi tumpatan amalgam klas V diukur terutama dengan lokasi dan ukuran dari karies atau material restorasi lama. Dahulu, preparasi tumpatan amalgam di daerah cervical dibuat seluas mungkin, namun sekarang, mengacu pada filosofi konservasi, preparasi dibuat seminimal mungkin, tergantung dari ukuran kerusakan yang ada.

Operator harus memeriksa email gigi yang akan dipreparasi untuk mengetahui kedalaman dekalsifikasi yang terjadi pada email. Perluasan outline form bisa dilakukan pada email yang tidak dijumpai kavitas dan dekalsifikasi. Pada beberapa kasus, jika ada dekalsifikasi pada daerah outline form seluruhnya, outline form harus diperluas sampai area cervical proximal. Pada kasus seperti ini, kemungkinan proses restorasi akan susah dan disarankan untuk dibuat restorasi full crown.

1.      Preparasi Awal
Prinsip umum preparasi berlaku untuk preparasi dimana saja. Preparasi awal dilakukan dengan tapered fissure bur dengan ukuran yang disesuaikan dengan kavitas. Kedalaman axial awal yang harus dicapai adalah 0.5 mm ke dalam DEJ. Kedalamanaxial total yang harus dicapai biasanya 1-1.25 mm tergantung lokasi incisogingival (occlusogingival). Email lebih tebal pada daerah incisal dan occlusal daripada cervical. Kedalaman preparasi untuk area cervical adalah 0.75-1 mm. Ujung mata bur pada preparasi awal terletak di dentin yang berkaries atau di permukaan material restorasi lama. Posisi bur harus diperhatikan agar selalu tegak lurus dengan permukaan luar struktur gigi dan paralel dengan enamel rods. Biasanya diperlukan pengubahan orientasi handpiece untuk mengakomodasi kecembungan gigi di daerah cervical mesiodistal dan incisogingival.
Kedalaman 0.5 mm dalam DEJ menghasilkan retensi yang diperlukan tanpa merusak email. Untuk preparasi gigi yang diperluas sampai daerah incisogingival, dinding axial harus dibuat lebih cembung mengikuti kontur DEJ.

Bur yang digunakan untuk preparasi awal adalah round carbide burs (no.2 atau no.4). Round burs diindikasikan untuk area yang tidak dapat diakses dengan fissure bur yang diaplikasikan tegak lurus dengan permukaan gigi. Jika diperlukan, round burs yang lebih kecil juga dapat digunakan untuk membentuk sudut internal pada preparasi ini, untuk mengusahakan retensi yang lebih baik.




Gambar 3. Preparasi awal. A. Posisi bur B. Potongan outline form yang mempunyai kedalaman axial tertentu
Gambar 4. Perluasan outline form ke A.gingival B.mesial C.Distal D.posisi bur tegak lurus terhadap permukaan luar gigi

b. Preparasi Akhir
Tahap preparasi akhir meliputi pembuangan dentin yang terinfeksi karies, proteksi pulpa, pembuatan retensi, finishing external wall, cleaning, inspecting, desensitizing. Dinding axial dentin yang terinfeksi dibuang dengan bur no.2 atau no.4. Material restorasi lama (termasuk base dan liner) bisa tetap disisakan dengan syarat:
1.   Berdasarkan pemeriksaan klinis maupun radiografis tidak didapatkan recurrent caries
2.   Base dan liner dalam keadaan intact
3.   Asymptomatic







Gambar 4. Pembuatan retensi. A. Bur no.1/4 untuk pembuatan alur gingival B. Alur retensi gingival sepanjang gingivoaxial line angle C & D. Alur sepanjang gingivoaxial dan incisoaxial line angle E.penampakan dari facial F.potongan incisogingival G. Potongan mesiodistal

Gambar 5. A. Preparasi dengan dinding axial mengikuti kontur DEJ, mesiodistal B.Incisogingival C. Dinding axial sedalam 1 mm di bagian mahkota dan 0.75 di bagian akar D.preparasi klas V dengan retensi pada 4 sudut

Pada restorasi amalgam, perlu dibuat suatu bentuk retensi tersendiri karena retensi yang ada pada restorasi amalgam hanya restorasi makromekanis. Bur no.1/4 digunakan untuk membuat 2 alur retensi, yaitu di incisoaxial line angle dan di gingivoaxial line angle. Handpiece harus diposisikan sedemikian rupa sehingga membagi dua sudut yang terbentuk antara axial wall dan incisal wall. Arah alur incisal yang dibentuk harus lebih incisal daripada axial dan arah alur gingival harus lebih gingival daripada axial. Kedalaman alur yang dibentuk kira-kira 0.25 mm, atau setengah diameter bur. Alur yang dibuat harus adekuat, karena merupakan satu-satunya retensi dari restorasi. Sebaiknya retensi dibuat pada 4 titik yang berbeda, masing-masing di sudut axial (axial point angle). Pembuatan retensi pada 4 titik ini akan meminimalkan pengurangan dentin yang berada dekat dengan pulpa sehingga paparan mekanis terhadap pulpa dapat dikurangi.

Selain bur no.1/4, alat yang dapat digunakan dalam pembuatan alur ini adalah 7-85-2 1/2  -6-angle-former chisel atau bur no.33 ½ . tahapan selanjutnya adalah cleansing atau pembersihan preparasi dengan air water spray dan evakuasi. Air syringe digunakan untuk menghilangkan cairan. Inspeksi dilakukan untuk mengecek apakah preparasi yang dilakukan sudah komplit. Jika preparasi telah komplit, tahapan selanjutnya adalah aplikasi desensitizer.

Preparasi luas yang melibatkan line angles :
Untuk karies pada permukaan fasial yang melibatkan line angle gigi, preparasinya seharusnya melebar hingga sekitar line angle. Preparasinya menggunakan fissure bur kemudian dilanjutkan menggunakan round bur yang diameternya sama seperti fissure bur. Preparasi pada bagian fasial tersebut untuk menyediakan akses pada daerah perluasan (melibatkan line angle).Menempatkan retensi grooves sepanjang occlusoaxial dan gingivoaxial line angle sebagai retensi. Gingival margin trimmer atau 7-85-21/2-6 angle former chisel bisa digunakan untuk menyediakan bentukan retensi ketika akses handpiece sulit. Jika bentukan outline kelas V mendekati restorasi proximal maka lebih baik melebarkan preparasi sampai area restorasi proximal.  

3. Teknik Restorasi
a. Aplikasi sealer dan bonding
Aplikasi sealer dan bonding dapat mencegah kebocoran. Bonding digunakan sebagai penyedia adhesi terhadap struktur amalgam.

b. Menempatkan matrix
Salah satu alternatifnya adalah menggunakan matrix yang berukuran pendek dengan bahan stainless steel,masing-masing untuk mesial dan distal, yang ditempatkan melalui kontak proksimal, sebagai petunjuk pada sulcus gingival dan sudut-sudut tipis. Stripnya harus cukup lebar hingga melebar kearah oklusal melalui kontak proksimal dan cukup panjang hingga fasial line angle. Strip yang digunakan harus stabil dan kaku, yang dapat membantu untuk aplikasi sejumlah kecil campuran lunak pada ujung sudut-sudut tipis sebelum insersi pada sudut-sudut tersebut. Strip berfungsi sebagai resisten terhadap kondensasi mesial dan distal, yang akan mendukung kondensasi di puasat preparasi. Untuk mencegah kerusakan jaringan lunak maka strip pada sudut gingival harus disesuaikan (di-trimmer)dengan sirkumferensial kontur dari dasar sulkus gingival.
Alternatif lainnya adalah daripada menggunakan dua strip masing-masing pada mesial dan distal, maka dapat digunakan strip yang panjang hingga melalui kontak proksimal, melebar ke permukaan lingual, melewati area kontak lainnya, yang membentuk bentuk U-matrix. Tetapi kelemahannya adalah sulit dalam men-trimmer strip untuk area sulkus gingiva.

c. Kondensasi dan carving
Untuk memasukkan amalgam ke dalam area preparasi yang kecil, dapat digunakan amalgam carrier dan memadatkan amalgam terlebih dahulu pada area retensi dengan menggunakan condenser. Kemudian memadatkan kembali amalgam pada dinding preparasi mesial dan distal. Yang tidak kalah penting  yaitu memadatkan amalgam dalam volume yang cukup pada pusat preparasi untuk memudahkan mengukir kontur yang benar. Mengukir dilakukan setelah insersi amalgam. Pengukiran dilakukan dengan explorer tine atau Hollenback No. 3 carver yang dipegang paralel terhadap margin.

Sisi amalgam carver (tangkai/pegangannya)harus diposisikan bertumpu pada area yang tidak dipreparasi, untuk mencegah overcarving. Pengukiran dilakukan pada margin incisal atau oklusal untuk menghilangkan sisa-sisa amalgam, kemudian berlanjut pada sisi margin mesial dan distal. Penghilangan sisa-sisa amalgam harus dilakukan dengan benar pada tepi-tepi dan benar-benar bersih agar tidak menyebabkan iritasi gingival dan kerusakan margin. Kontur fasial harus lebih ditingkatkan untuk mencegah makanan terjebak pada sulkus gingival dan juga untuk menyediakan akses untuk pembersihan area. Over kontur perlu dihindari untuk mencegah under stimulasi dan pembersihan pada gingiva selama mastikasi. Pembersihan sisa-sisa amalgam juga dilakukan pada rubber dam dan retraktor menggunakan eksplorer dan air water syringe.


d. Finishing dan polishing
Ketika prosedur pengukiran telah dilakukan dengan baik maka finishing tidak begitu dibutuhkan. Tetapi finishing dan polishing juga penting untuk mengoreksi diskrepansi atau untuk memperbaiki kontur. Untuk lebih menghaluskan restorasi yang sudah diukir dapat digunakan kapas yang lembab.

Dalam penggunaan stones atau rotating cutting instruments harus berhati-hati terutama pada daerah margin di bawah CEJ (cement enamel junction) karena dapat mengurangi cementum atau menggores tepi gingiva.

4.      Kegagalan restorasi
·      Restorasi amalgam kelas 5 dikontraindikasikan pada pentingnya area secara estetik, karena banyak pasien dengan objek restorasi metal  itu nampak selama konservasi. Kerugian secara primer restorasi amalgam kelas 5 bahwa bersifat metalik yang berpotensi untuk kontaminasi merkuri dan tidak estetik.
·      Secara umum, amalgam kelas 5 ditempatkan pada permukaan facial caninus mandibula, premolar, dan molar itu tidak nampak secara siap sedangkan amalgam yang ditempatkan pada premolar maksila dan molar pertama mungkin akan nampak. Oleh karena itu tuntutan estetik pasien seharusnya dipertimbangkan ketika perencanaan perawatan.
·      Perbedaan kedalaman permukaan halus juga menaikkan ketebalan pada sisa dentin antara dinding axial dan pulpa di aspek gingiva pada preparasi untuk membantu melindungi pulpa. Untuk preparasi gigi yang diluaskan secara incisogingiva, dinding axial harus lebih konvex karena itu mengikuti kontur DEJ.
·      Bila amalgam diaplikasikan pada area yang tajam maka amalgam sulit beradaptasi, karena amalgam mudah beradaptasi pada area yang bulat untuk retensi alur.
·      Penggunaan amalgam tanpa matrix dapat mempersulit terjadinya kondensasi pada preparasi gigi dengan dinding axial yang mesiodistalnya konvex, oleh karena itu amalgam harus dibuat landsliding selama overpaking, dan akan membantu menahan tekanan pada restorasi.
·      Kegagalan pada saat carving area marginal akan menyebabkan kontur konvex tidak komplit pada restorasi. Bila terdapat kelebihan amalgam pada area marginal akan merusak area tepi bahkan menyebabkan iritasi gingiva.
·      Overkontur pada permukaan terjadi karena peningkatan food impaction dalam sulkus gingiva dan diperparah dengan kurangnya kesadaran pasien akan kebersihan rongga mulutnya. Oleh sebab itu overkontur harus dicegah karena dapat menurunkan stimulasi dan kebersihan gingiva selama pengunyahan.


















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Restorasi amalgam kelas II kontra indikasi untuk kondisi dengan jumlah karies tinggi serta karies luas yang melibatkan cusp. Sementara itu, restorasi amalgam kelas V kontra indikasi untuk area-area yang penting secara estetik.
2.      Restorasi amalgam untuk gigi dengan kavitas kelas II dan V adalah alternatif untuk pasien dengan lesi baru atau karies akar yang berhubungan dengan restorasi yang sudah lama dan gagal atau untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan mahkotanya.
3.      Teknik restorasi yang digunakan dalam restorasi amalgam kelas II dan V ini meliputi aplikasi sealer dan bonding, penempatan matrix, kondensasi dan carving serta finishing dan polishing.
4.      Hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam restorasi amalgam kelas II dan V antara lain adalah kegagalan karena kesalahan teknik restorasi seperti overkontur, kesalahan-kesalahan saat preparasi, maupun  terjadinya tumpatan yang overhanging (untuk restorasi kelas II).
5.      Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan restorasi amalgam kelas II dan V: preparasi gigi yang tepat, penggunaan matriks yang sesuai, Keberhasilan isolasi daerah operasi, serta keberhasilan dalan memanipulasi material restorasi.

B.     Saran
Operator harus menguasai dengan baik tahapan preparasi dan manipulasi bahan restorasi amalgam serta insersi bahan tumpatan demi ketahanan restorasi amalgam kelas II agar tidak terjadi kegagalan restorasi kelas II seperti fraktur marginal ridge (lingir tepi), karies sekunder, tumpatan overhanging, patahnya bahan tumpatan pada bagian isthmus, tepi tumpatan amalgam yang lemah, dan lepasnya seluruh restorasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Dental Caries Definition, Classification of Dental Caries, Classification of Cavity Preparations-Dental Lecture Note diunduh dari http://dentistryandmedicine.blogspot.com/2011/08/dental-caries-definition-classification.html pada 28 September 2011


Baum, Phillips, dan Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi 3. Alih Bahasa, Rasinta Tarigan. Jakarta, EGC.

Harty, F. J. dan Ogston, R., 1995,  Kamus Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.

 

Howard, W.W. 1973. Atlas of Operative Dentistry, Second Edition. Saint Louis: Mosby



Diakses pada 28 September 2011 pukul 08.25


McGehee, William H. O., True, Harry A. and  Inskipp, E. Frank., 1956, A Textbook Of Operative Dentistry, McGraw-Hill Book Company, Inc: New York.

Prinsip dan praktik ilmu endodonsia, edisi 3, Richard E. Walton dn mahmoud torabinejad, EGC : Jakarta, cetakan 1, 2008

Roberson, T.M., Heymann, H.O., Swift, Jr., E.J., 2006, Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry, 5th edition, Mosby, St. Louis.

Shuman, E., DDS,. 2004 . Direct Composite Cavity Preparation Design and Finishing Using Carbide Burs,  diunduh dari http://www.dentistrytoday.com/aesthetics/242 pada 28 September 2011


Roberson, T.M. Heymann, H. Swift, E. J. 2002. Sturdevant’s : Art and Science of Operative Dentistry 4th d. Mosby : St. Louis. 743-745

Sturdevant. 2002. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry. Fourth edition.  Mosby : Missouri

Kidd, E. A. M., et al. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry. Eight edition. New York: Oxford University Press Inc.

Pradopo S dan Saskianti T, 2007, Mengatasi Kegagalan Restorasi Klas II Pada Gigi Sulung.dentika Dental Journal, vol. 12, no.1: 75-80

Roberson, T.M., Heymann, H.O., Swift, Jr., E.J., 2006, Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry, 5th edition, Mosby, St. Louis, pp. 705,743-744,763-764

Sherwood, I. Anand Ph.D. 2010. Essentials of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher.

Mamoun, J. S dan Ahmed, M. K. 2006. Amalgam matrix for class II and class V preparations connected at the proximal box. JADA. Vol 137. 186-189

Gatot sutrisno. www.staff.ui.ac.id. 2009. minimal intervention-preparasi bahan tambal.