Kagebunshin no Jutsu!!

Sesungguhnya dirimu sendirilah yang bisa membantu mengatasi masalahmu...

Look at the mirror!!

Terkadang kita perlu melihat diri kita sendiri untuk introspeksi...

Sebuah harapan

Serius bekerja,, jalani apa yang ada,, jangan takut,, jangan menyerah...

Doa

Selalu ingat pada Yang Maha Kuasa di setiap usaha yang dilakukan...

FKG UGM

Tempat perjuangan hidup dan mati demi masa depan yang cerah...

Jumat, 22 Juni 2012

Photos Collection

My Kaskus Project (11:12 Album)



Foto di Yogyakarta km 0 ( sepanjang Jl. Malioboro)




Segala aktivitas di Jl. Malioboro




Panorama Album

Sabtu, 09 Juni 2012

Video Ane

Iseng2 nyanyi.. Sbenernya sih ngetest tripod yg barusan dibeli.. Tapi gobloknya ane beli dgn harga yg mahal,, padahal temen ane bisa dapet dgn harga yg jauh lebih murah.. Gobloknya lagi,, ane beli Jumat malem yang padahal sabtu pagi udah ada pameran di JEC.. haah ya sudahlah,, emang ga pengalaman dalam hal beli-membeli barang T___T

Jumat, 08 Juni 2012

Operative Dentistry (nyeri, lubang di sela-sela gigi, dan restorasi)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dewasa ini, dalam dunia kedokteran gigi tindakan mempertahankan gigi yang mengalami penyakit, misalnya karies atau infeksi lainnya, sangat diutamakan daripada ekstraksi gigi. Untuk mempertahankan gigi tersebut tidak mudah, tentunya membutuhkan kompetensi yang baik dan membutuhkan tindakan perawatan yang baik pula. Beberapa tindakan perawatan seperti perawatan saluran akar, restorasi gigi, atau tindakan kuratif lainnya dalam operative dentistry bertujuan, mengembalikan fungsi pengunyahan, bentuk anatomi, bentuk estetik, mengembalikan fungsi bicara, mempertahankan gigi selama mungkin didalam rongga mulut dan sebagai perlindungan jaringan pendukung gigi. Tindakan perawatan tersebut harus tepat sasaran sehingga tindakan tersebut benar-benar efektif mengatasi penyakit pada gigi dan efektif dalam mempertahankan gigi.
Untuk dapat melakukan perawatan yang tepat dan efektif, faktor etiologi penyakit dan segala hal yang berhubungan dengan penyakit pada gigi harus dikuasai. Karena dengan mengetahui etiologi dan proses berkembangnya penyakit pada gigi maka dapat menentukan jenis perawatan yang tepat. Tidak hanya itu, pengusaan mengenai teknik perawatan dan seluk-beluk tindakan perawatan yang dilakukan juga perlu untuk diketahui, mulai dari sifat bahan, prinsip kerja bahan, prinsip kerja alat, dan lain sebagainya hingga sedetail-detailnya. Dengan begitu tindakan perawatan yang tepat dan efektif dapat diwujudkan.
Mempelajari etiologi penyakit pada gigi dan mengkorelasikannya dengan tindakan perawatan yang akan dilakukan juga tidak mudah. Oleh sebab itu, pada pembahasan makalah ini, dijabarkan mulai dari etiologi, proses, dampak dari penyakit pada gigi hingga pada tindakan yang dilakukan dalam  mempertahankan gigi sehingga dapat ditarik benang merah sebagai panduan dalam memecahkan persoalan klinis.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa penyebab timbulnya rasa nyeri di gigi?
2.      Bagaimana proses timbulnya lubang di sela-sela gigi?
3.      Bagaimana restorasi yang tepat dan efektif  dalam tindakan perawatan gigi?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui penyebab nyeri pada gigi.
2.      Untuk mengetahui penyebab dan proses timbulnya lubang di sela-sela gigi.
3.      untuk mengetahui restorasi yang tepat dan efektif dalam tindakan perawatan gigi.



 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Definisi nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak enak yang dirasakan secara sadar. Persepsi dari rasa nyeri dimulai dari proses konduksi elektro-kimia dari area nyeri ke otak. Nyeri pada daerah gigi dapat dikategorikan dalam sedang, cukup, dan berat. Biasanya nyeri pada gigi diakibatkan oleh rangsang panas, dingin, dan pada saat mengunyah makanan (Sharaf and Benoliel, 2008).
Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional yang tidak menyenangkan (Arif, 2007).

2.2    Reaksi spontan
2.2.1  Definisi Reaksi Spontan
Reaksi spontan adalah reaksi nyeri yang timbul tanpa adanya stimulus yang dapat mengagetkan pasien tanpa diketahui sebabnya (Walton dan Torabinejad, 2003).
2.2.2 Penyebab Reaksi Spontan
Terjadinya rasa nyeri spontan menjadi indikasi pathosis parah dari jaringan pulpa. Nyeri tersebut dipicu oleh rangsang seperti dingin, panas dan makanan manis. Namun saat rangsang atau stimulus tersebut hilang, rasa nyeri tetap terasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa ujung saraf dalam lapisan odontoblastic telah dirangsang oleh stimulus-stimulus tersebut (Seltzer and Bender, 1975).
Gigi yang mengalami pulpitis irreversible menunjukkan gejala nyeri intermittent atau spontan (Cohen and Hargreaves, 2006).

2.3    Definisi tumpatan
Bahan restorasi dibedakan menjadi bahan restorasi direk/langsung dan bahan restorasi indirek/tidak langsung. Bahan restorasi direk adalah bahan yang ditumpatkan pada kavitas gigi pasien langsung dalam satu kali kunjungan. Sementara itu, bahan restorasi indirek/tidak langsung adalah bahan yang digunakan untuk membuat restorasi di laboratorium terlebih dahulu, sesudah itu baru dipasangkan pada kavitas yang biasanya memerlukan dua kali atau lebih kunjungan pasien (ADA Council on Scientific Affairs, 2003).
Bahan restorasi yang akhir-akhir ini sering digunakan antara lain: resin komposit, semen ionomer kaca, hibrida komposit-semen ionomer kaca, logam cor, dan porselin. Sifat ideal bahan restorasi: mudah digunakan, sewarna gigi, adhesif dengan gigi, tidak mengalami perubahan volume saat mengeras (setting), melindungi gigi dari karies rekuren, memiliki kekuatan adekuat, tidak terlarut dan terkorosi dalam mulut, tidak toksik dan mengiritasi pulpa dan jaringan gingival, mudah di-trim dan dipoles, resisten terhadap pembentukan plak gigi, memiliki koefisien ekspansi termal serta koefisien difusi termal sama dengan email dan dentin, sedikit menyerap air, radiopak, murah, jangka waktu pemakaian lama (Kidd, et al, 2003).


BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Nyeri
3.1.1        Jenis nyeri
Berdasarkan ada atau tidaknya simulus, nyeri terbagi atas :
a.    Nyeri spontan
Nyeri spontan adalah nyeri yang timbul tanpa adanya stimulus yang dapat mengagetkan pasien tanpa diketahui sebabnya. Biasanya mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler yang parah.
b.    Nyeri terus menerus
Nyeri yang bersifat terus menerus, dan dirangsang oleh stimulus, bahkan intensitasnya semakin meningkat setelah stimulusnya hilang. Contohnya pasien merasakan nyeri berkepanjangan setelah meminum minuman yang dingin. Apabila nyeri disebabkan oleh rangsangan termal, maka nyeri tersebut dapat disebabkan oleh pulpitis irreversible.
(Walton dan Torabinejad, 2003)

Berdasarkan stimulusnya, nyeri dapat dibagi 2, yaitu:

1.    Nyeri nosiseptif yang terjadi akibat aktifasi nosiseptor A-delta dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius (termal , mekanik , kimia).

2.    Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat kerusakan / perubahan patologis pada sistem saraf perifer atau sentral.

(Arif, 2007)

3.1.2        Sifat dan ciri-ciri
Ciri-ciri dan sifat nyeri adalah timbulnya rasa sakit yang tinggi dan berkepanjangan bahkan setelah sumber rasa sakit dihilangkan. Rasa sakit tersebut dapat tajam atau tumpul, lokal atau keseluruhan (Cohen and Hargreaves, 2006).

3.1.3        Mekanisme terjadinya nyeri
Mekanisme nyeri  terjadi dalam beberapa tahap,yaitu transduksi, transmisi, modulasi, sensasi, dan persepsi :

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin), dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma / inflamasi. Nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf untuk mengubah berbagai stimulus mekanik, kimia, termal, dan elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat (Arif, 2007).

Mekanisme terjadinya nyeri pada gigi :
Munculnya sensitivitas pada dentin yang disebabkan oleh dentin yang terbuka (karena cavitas, atau terbukanya dentin pada servikal gigi). Biasanya dentin sensitif terhadap perubahan suhu, sentuhan, dan rasa manis. Saat dentin terpapar rangsangan, akan terjadi rasa nyeri yang tajam dengan durasi yang pendek. Terdapat 3 teori tentang rasa sakit pada dentin :
1)   adanya stimulasi rangsangan langsung dari dentin
2)   adanya pergerakan dari cairan di tubulus dentinalus yang merangsang mekanosireseptor, teori ini dinamakan hydrodynamic theory
3)   adanya transduksi stimulus dari odontoblas menuju ujung sarang nyeri di tubulus atau predentin
untuk proses timbulnya rasa nyeri yang dirasakan penderita, mekanisme pengolahan sensasi nyerinya sama seperti pada mekanisme umum nyeri.
(Mehta, et al. 2009)
3.2  Tidak ada reaksi spontan
Reaksi tidak spontan berarti bahwa rasa nyeri timbul akibat adanya stimulus misalnya berupa rangsang panas, dingin, dan manis. Contoh kasusnya adalah pada pasien dengan gejala pulpitis awal (Birnbaum dan Dunne, 2009).


3.3  Makanan mudah terselip
3.3.1        Penyebab makanan mudah terselip
Berikut ini adalah penyebab makana mudah terselip :
a.    Over contour tumpatan
Over contour pada tepi tumpatan dapat menyebabkan distribusi stress tidak merata sehingga  dapat berefek pada gingiva mengalami yaitu terjadi atropi. Atropi gingiva dapat menyebabkan makanan mudah terselip dan menimbulkan retensi plak (Qualthrough, et.al, 2005).
b.   Gigi yang berjejal
Gigi yang berjejal menimbulkan celah-celah di sela-sela gigi. Ketika makan / mastikasi maka sisa-sisa makanan terselip di celah-celah gigi yang berjejal tersebut (Susanto, 2010).
c.    Lubang di sela-sela gigi
Lubang di sela-sela gigi, yang disebabkan oleh beberapa hal, dapat menyebabkan makanan mudah terjebak di lubang tersebut saat mastikasi (Susanto, 2010).

3.3.2        Dampak makanan mudah terselip
Makanan yang terselip merupakan sumber karbohidrat bagi metabolisme bakteri.  Plak memetabolisme karbohidrat untuk energi, dan menghasilkan asam organik sebagai produk sampingan. Asam ini dapat menyebabkan lesi karies melalui disolusi struktur kristal gigi. Jika terus dibiarkan maka akan menyebabkan lubang-lubang di sela-sela gigi, yang biasa disebut dengan karies. Karies gigi merupakan penyakit infeksi mikrobiologis dari gigi yang menyebabkan disolusi lokal dan hancurnya jaringan yang terkalsifikasi (Roberson, 2002).

3.4  Lubang disela-sela gigi
3.4.1        Penyebab Lubang disela-sela gigi
a.    Biasanya lubang disela-sela gigi terbentuk pada gigi belakang yaitu dalam lekukan yang sempit pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang menghadap ke pipi. Daerah ini sulit dibersihkan dari sisa makanan yang terselip karena lekukannya lebih sempit daripada bulu – bulu sikat gigi (Susanto, 2009).
b.   Gigi palsu yang tidak sesuai pemasangannya
Gigi palsu yang tidak tepat pemasangannya baik dari segi retainer langsung ataupun dari segi platnya dapat menimbulkan adanya celah di sela-sela antara gigi asli (yang biasanya digunakan sebagai gigi pegangan) dengan anasir gigi pada gigi palsu (Jones and Garcia, 2009).
c.    Penggunaan tusuk gigi yang tidak tepat
Penggunaan tusuk gigi yang tidak tepat justru dapat menyebabkan tmbulnya celah di sela-sela gigi. Selain itu, arah tusukan yang tidak tepat dari tusuk gigi dapat menyebabkan makanan semakin masuk ke sela-sela gigi. Jika hal tersebut tetap dibiarkan maka dapat menyebabkan celah di sela-sela gigi semakin parah hingga menjadi lubang di sela-sela gigi (Susanto, 2010).
d.   Resesi gingiva
Resesi gingiva merupakan atropi gingiva yang menyebabkan timbulnya celah di sela-sela gigi salah satunya sebagai akibat manifestasi penyakit periodontal (Mustaqimah, 2008).
e.    Restorasi yang buruk
Restorasi yang buruk , baik dari segi contour, cara mereparasi, ataupun dari segi kualitas bahan yang digunakan, dapat menyebabkan distribusi stres yang tidak merata pada jaringan pendukung gigi,dapat pula menyebabkan tidak sempurnanya bentuk anatomi gigi seperti timbul lubang di sela-sela gigi sehingga menyebabkan makanan mudah terselip dan bakteri mudah terdeposisi (Qualthrough, et.al, 2005).

3.4.2        Dampak Lubang disela-sela gigi
Dampak dari lubang di daerah interproksimal yaitu kariesnya bisa meluas ke arah pulpa, kemudian bisa terasa sakit yang amat sangat yang dinamakan pulpitis (Susanto, 2009). Lesi juga  akan menetap menjadi inflamasi gingival (Summitt, et al., 2006).
3.4.3        Solusi terhadap adanya lubang di sela-sela gigi
Salah satu solusi terhadap adanya lubang di sela-sela gigi adalah merestorasi tumpatan dengan baik. Dalam prosedur merestorasi yang baik, harus dideskripsikan terlebih dahulu bentuk gigi secara fisio-anatomikal yang ideal. Selain itu, operator harus menjalani prosedur restorasi yaitu: mengenai pergerakan gigi (tooth movement) dan pembentukan matriks (matricing).
Tooth movement dilakukan dengan merapatkan antar gigi atau merubah posisi satu atau dua dimensi. Hal ini bertujuan membuat fungsi fisiologis kontak, kontur dan anatomi oklusinya kembali baik.
Matricing adalah prosedur dimana dinding sementara dibentuk berlawanan dengan axis gigi. Menggunakan bahan restorasi yang dikenal dengan plastic state. Dinding matrix harus dibentuk secara contour tiga dimensi (termasuk kontak area) pada saat merestorasi. Yang lebih penting, matrix harus mampu mengkonfigurasikan tumpatan secara baik saat bahan restorasi dimasukkan. Matrix berfungsi sebagai panduan bentuk gigi yang akan direstorasi.
(Marzouk,1985)

3.5  Tumpatan
3.5.1        Klasifikasi tumpatan
Menurut G.V. Black karies diklasifikasikan menjadi :
a.    Klas I : Karies yang melibatkan pit dan fisurre.
b.   Klas II : Karies yang melibatkan permukaan proksimal dari gigi posterior.
c.    Klas III : Karies yang melibatkan permukaan proksimal dari gigi anterior.
d.   Klas IV : Karies yang melibatkan permukaan proksimal dan sudut incisal dari gigi anterior.
e.    Klas V : Karies yang melibatkan permukaan cervical.
(Kidd, et al. 2003)

3.5.2        Jenis tumpatan dan kelebihan serta kekurangannya
a.    Semen Ionomer Kaca
Semen ionomer kaca merupakan sekelompok bahan hasil dari reaksi bubuk silikat kaca dengan asam poliakrilat. Bahan ini awalnya direkomendasikan untuk restorasi estetik gigi anterior serta tumpatan kavitas klas III dan klas V, tetapi saat ini juga digunakan sebagai bahan luting, adhesif bracket orthodontik, bahan silen pit dan fisur, dan lain sebagainya. Bahan ini memiliki sifat adhesif terhadap struktur gigi dan mampu mencegah karies. Sifat adhesif ini mungkin karena ikatan antara gugus karboksil dari poliasam pada semen dengan kalsium pada kristal apatit email dan dentin. Mengenai kemampuannya melepaskan fluoride, beberapa penelitian menunjukkan bahwa semen ionomer kaca dapat menghambat berkembangnya karies sekunder. Beberapa kelemahan semen ionomer kaca: rentan terhadap deformasi elastik, ketangguhan (toughness) terhadap kemungkinan fraktur rendah (Anusavice, 2003).
Dua sifat utama semen ionomer kaca yang membuatnya hingga saat ini dapat diterima sebagai bahan kedokteran gigi adalah kemampuannya berikatan dengan email dan dentin (adhesif intrinsik) serta melepas ion fluoride dari komponen kaca dari semen tersebut. Secara estetis, semen ionomer kaca tahan terhadap stain karena adhesi yang kuat antara matriks dengan kaca. Seperti halnya semen kedokteran gigi yang lain, semen ionomer kaca mudah terlarut dalam cairan mulut apabila dalam keadaan belum sepenuhnya mengeras, apabila terpapar asam atau abrasi mekanis dalam jangka waktu lama. Sifat mampu melepas ion fluoride dari semen ionomer kaca membuat dokter gigi dalam keadaan dilematis untuk memilih bahan tumpatan dari semen ionomer kaca atau dari resin komposit karena semen ionomer kaca lebih lemah, tetapi dapat memberikan perlindungan ke jaringan sekitarnya lewat pelepasan fluoride. Di lain pihak, resin komposit lebih stabil dan kuat, tetapi tidak dapat menyediakan perlindungan seperti yang dilakukan semen ionomer kaca. Semen ionomer kaca banyak digunakan di klinik untuk bahan tumpatan klas III atau restorasi oklusal gigi desidui (Van Noort, 2007).
b.   Ionomer Kaca Modifikasi Resin (IKMR)
Sifat semen ionomer kaca yang peka terhadap kelembapan dan memiliki kekuatan rendah disebabkan oleh lambatnya reaksi setting dari reaksi asam-basa. Oleh karena itu, perlu ditambahkan gugus yang terpolimerisasi agar dapat mengeras dalam waktu lebih cepat. Pengaktifan polimerisasi ini dapat dilakukan oleh penyinaran atau zat kimia. Akibatnya, terjadi pengerasan dari gugus terpolimerisasi dan semen ionomer kaca. Inilah bahan yang disebut ionomer kaca modifikasi resin (IKMR). IKMR masih mempertahankan sifat semen ionomer kaca, yakni kemampuan melepas ion fluoride dan berikatan dengan struktur gigi. Kekuatan IKMR lebih besar daripada semen ionomer kaca karena rendahnya modulus elastisitas dan deformasi plastik lebih tinggi sebelum terjadi fraktur. Akan tetapi, proses polimerisasi menghasilkan pengkerutan selama setting (Anusavice, 2003) .
Bahan ionomer kaca modifikasi resin (IKMR) mempertahankan dua sifat unggulan semen ionomer kaca yakni pelepasan fluoride dan sifat adhesifnya. Penambahan struktur resin ke dalam semen ionomer kaca jelas memperbaiki banyak sifat semen ionomer kaca. Dengan demikian, sifat baik semen ionomer kaca yang dapat mengikat dentin dan email serta dapat melepas fluoride digabungkan dengan kekuatan dan resistensi terhadap desikasi dan paparan asam, serta setting yang cepat dengan radiasi dari sinar tampak. Akan tetapi, bahan ini, menurut penelitian, bersifat sitotoksik terhadap jaringan pulpa gigi dan osteoblast karena adanya HEMA yang tidak terpolimerisasi (Van Noort, 2007) .
c.    Resin Komposit
Resin komposit merupakan bahan tumpatan yang tersusun dari tiga komponen struktur yaitu matriks yang merupakan bahan resin yang membentuk fase kontinyu, dalam hal ini terbuat dari bisfenol-glisidil metakrilat A (bis-GMA), bahan filler yang memperkuat partikel dan serat matriks, serta bahan coupling agent yang mengikat matriks resin dengan bahan filler. Resin komposit diklasifikasikan menurut ukuran partikel bahan filler-nya, yaitu komposit tradisional yang mengandung partikel macrofiller, komposit dengan small-particle-filled (SPF), komposit microfiller, komposit hibrida, komposit flowable, dan komposit packable. Resin komposit tradisional memiliki permukaan yang kasar, tidak resisten terhadap bahan abrasif dan mastikasi, mudah terdiskolorasi, resistensi rendah terhadap keausan oklusal sehingga merupakan bahan yang paling buruk untuk tumpatan gigi posterior. Resin komposit dengan SPF memperbaiki kekuatan dan ketahanan terhadap bahan abrasif, tetapi permukaannya masih relatif kasar. Resin komposit microfiller memiliki permukaan yang halus dan saat ini banyak digunakan untuk tumpatan estetis di regio gigi yang tidak terkena stress atau di regio subgingiva. Resin komposit hibrida memperbaiki kekuatan dari komposit microfiller dan tetap memiliki permukaan yang halus sehingga bahan ini banyak dipakai untuk tumpatan gigi anterior, termasuk kavitas klas IV, selain itu juga dipakai untuk tumpatan gigi posterior. Resin komposit flowable merupakan hasil modifikasi SPF dan hibrida yang memiliki sifat dapat mengalir dengan mudah sehingga mudah pula beradaptasi terhadap anatomi gigi. Resin komposit packable dipakai untuk tumpatan gigi posterior dengan sifat yang padat dan teknik penumpatan mirip dengan restorasi amalgam, tetapi waktu penumpatannya lebih lama daripada amalgam (Anusavice, 2003).
Resin komposit kebanyakan bersifat radiopak untuk memudahkan diagnosis karies sekunder, kebocoran tepi, dan lainnya, terutama untuk gigi posterior. Akan tetapi, resin komposit memiliki beberapa kelemahan, yakni pengkerutan polimerisasi, kebocoran tepi akibat pengkerutan, dan keausan oklusal (Anusavice, 2003).
Berdasarkan ukuran partikel filler, resin komposit diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu resin komposit tradisional, komposit microfiller, komposit hibrida, dan komposit hibrida small-particle. Resin komposit tradisional memiliki permukaan yang kasar setelah finishing dan penampakan yang kurang baik. Resin komposit microfiller permukaannya sangat halus setelah finishing (Van Noort, 2007).
Resin komposit tidak memiliki sifat adhesif intrinsik terhadap email dan dentin sehingga etsa asam dengan asam fosfat dan aplikasi agen bonding dentin diperlukan sebelum memasukkan bahan tersebut. Resin komposit memiliki sifat menyerap air secara langsung pada permukaannya, akibatnya dapat terjadi hidrolisis ikatan dalam resin. Selain itu, komposit dapat menurun koefisien ekspansi termalnya seiring makin banyaknya kandungan glass filler, tetapi kebanyakan produk komposit memiliki koefisien ekspansi termal lebih tinggi daripada email. Seharusnya koefisien ekspansi termal bahan tumpatan hampir sama besar dengan koefisien ekspansi termal email. Komposit bersifat radiopak untuk memudahkan diagnosis karies sekunder (Van Noort, 2007).

Kelebihan dan kekurangan bahan restorasi komposit menurut Haesman, et al. (2003) :
a.    Untuk gigi anterior:
Kelebihan :
Estetik karena warna sama dengan gigi.
Kekurangan :
1.    Rasa linu.
2.    Dpat terjadi perubahan warna setelah pemakaian jangka waktu lama.
3.    Kurang bertahan lama pada kavitas besar.
b.   Untuk gigi posterior
Kelebihan :
1.    Estetik baik.
2.    Mengurangi dekstruksi substansi gigi.
3.    Adhesinya composite resin compatible terhadap agen bonding
4.    Low thermal conductivity.
5.    Berkurangnya konduktivitas listrik.
Kekurangan :
1.    Kontraksi polimerisasi
2.    Absorpsi air.
3.    Derajat polimerisasi tergantung pada beberpa faktor.
(ADA Council on Scientific Affairs, 2003)
3.1.1        Cara merestorasi tumpatan
Alasan utama penumpatan bahan restorasi adalah untuk mengontrol terjadinya plak. Langkah-langkah penumpatan secara sederhana adalah akses ke jaringan karies, pembuangan jaringan karies dengan ekskavator, pemilihan bahan restorasi tergantung besarnya kavitas, pembuatan retensi untuk bahan restorasi (misalnya etsa asam untuk bahan tumpatan resin komposit), perencanaan kavitas, preparasi kavitas, dan penumpatan bahan restorasi yang telah dimanipulasi (Kidd et al, 2003).
 


(Kidd et al, 2003)
 
(Vasconcelos, 2009)
3.1  Pencegahan terhadap karies sekunder
Salah satu cara mencegah karies sekunder adalah dengan menciptakan retensi yang baik antara email yang dietsa dengan tepi tumpatan akan mencegah terjadinya kebocoran tumpatan, plak tidak meningkat sehingga karies sekunder pun tidak terjadi. Retensi baik didapat dari teknik penumpatan yang benar. Teknik penumpatan yang baik akan menghasilkan tumpatan yang baik sehingga mengurangi akumulasi plak dan hal tersebut  mencegah sekunder karies.
Cara spesifik untuk menghambat karies rekuren atau karies sekunder: dengan pengendalian plak dan teknik penumpatan :
1.    Karies sekunder terbentuk pada daerah yang banyak terjadi penumpukan plak, misalnya batas antara tumpatan dan gigi, maka daerah tersebut harus dapat dibersihkan dengan mudah (harus dapat dilalui serabut sikat gigi atau benang gigi). Hal ini berarti bahwa pada permukaan oklusal tepi kavitas tidak boleh berakhir pada bagian fisur yang dalam, karena di tempat tersebut banyak plak yang berkumpul, kecuali bila fissure yang dalam tersebut telah ditumpat dengan resin preventif, sehingga usaha pengendalian plak dapat mencegah terbentuknya karies sekunder.
2.    Tumpatan pada tepi bukoaxial dan axiolingual daerah proximal kavitas kelas 2 tidak boleh berada pada titik kontak tetapi harus ditarik ke embrasure sehingga mudah dibersihkan dengan sikat gigi.
3.    Tepi gingival semua tumpatan harus diletakkan kearah korona dari tepi gingival, karena bila tumpatan diletakkan kearah sub gingival akan memacu akumulasi plak sehingga rekuren karies mudah terjadi.
(Kidd and Bechal, 1991)

 3.1.1        Alat bantu dalam merestorasi tumpatan
Begitu banyak instrumen modern yang dapat digunakan dalam merestorasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat beberapa alat modern yang berperan dalam membantu merestorasi tumpatan :
1.   Metal matrix band
Metal matrix band digunakan untuk membantu dalam pengisian bahan restorasi.
2.   Comporoller
 Comporoller adalah instrumen untuk modelling restorasi komposit yang inovatif dengan tip unik yang bisa berputar sehingga mempermudah dan mempersingkat waktu dalam modelling restorasi komposit. Memiliki  jenis tip yang berbeda untuk membentuk bagian marginal dan oklusal restorasi.
                
3.5.5  Marginal ridge  pada tumpatan
Marginal ridge  merupakan peninggian yang menjadi batas di mesial dan distal gigi di permukaan oklusal untuk  gigi-gigi posterior (Anonim, 1998), dan di permukaan lingual untuk gigi-gigi anterior (Anonim, 2011).
Marginal ridge dengan dimensi yang tepat dari anatomi tonjol gigi penting untuk keseimbangan gigi di lengkungnya, pencegahan impaksi makanan pada daerah proksimal, perlindungan jaringan periodonsium, pencegahan kerusakan reccurent, dan untuk membantu dalam efisiensi pengunyahan (Vasconcelos, 2009).
Berikut adalah salah satu contoh konsekuensi yang akan ditanggung oleh penciptaan marginal ridge yang salah: 
a.         Tidak adanya marginal ridge akan menyebabkan gaya 1 akan diarahkan ke permukaan proksimal gigi yang berdekatan (gambar 13). Hal tersebut akan menyebabkan makanan terselip di interproximal gaya 1 akan diarahkan ke permukaan proksimal gigi yang berdekatan.
b.        Marginal ridge dengan lubang dinding oklusal berlebihan (gambar 14)
mengakibatkan debris pada daerah interproximal.
c.         Marginal ridge tidak sesuai dengan ketinggian gigi tetangga.
Membentuk restorasi dengan marginal ridge lebih tinggi dari gigi yang berdekatan (gambar 15 A), akan memungkinkan memaksa untuk bekerja  pada permukaan proksimal restorasi. komponen horisontal akan mendorong gigi kembali dari kontak dengan gigi tetangganya, dan komponen vertikal akan menyebabkan terbentuknya debris di daerah interproximal. 
d.        Marginal ridge tanpa fosa segitiga yang berdekatan (gambar 16)
Dalam kondisi tersebut tidak ada oklusal marginal ridge untuk memberikan kekuatan oklusal, sehingga tidak ada komponen horizontal yang berfungsi untuk mendorong gigi ke arah satu sama lain sehingga menutup kontak. Selanjutnya, gaya vertikal akan cenderung menyebabkan makanan terselip di  daerah interproximal.
e.         Marginal ridge tanpa dinding occlusal.
Dalam kasus ini, dua marginal ridge yang berdekatan akan bertindak seperti sepasang pinset yang menggenggam  makanan sehingga akan sulit untuk menghilangkan debris makanan yang terperangkap.
f.         Marginal ridge satu dataran di arah buko-lingual
Biasanya, bagian facial dan lingual marginal ridge merupakan bagian dari komponen oklusal gigi. Oleh karena itu, membuat mereka satu dataran dapat menyebabkan  kontak prematur selama oklusi fungsional dan statis. Marginal ridge dalam satu dataran tersebut akan menyebabkan aliran makanan menjauhi posisi kontak pengunyahan normal (meleset dari tempat oklusi).
g.         Marginal ridge tipis dalam cekung mesio-distal (gambar 19)
marginal ridge yang tipis akan rentan terhadap kepatahan  atau deformasi yang mengarah ke masalah marginal ridge yang telah disebutkan sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

ADA Council on Scientific Affairs.2003. Direct and Indirect Restorative Materials. JADA 134: 463-471.
Anonim.1998. Biology of The Human Dentition. http://www.uic.edu/classes/orla/orla312/BHDI.html, diakses tanggal 21 Mei 2011.
Anonim. 2011. Marginal Ridge. http://www.tpub.com/content/medical/14274/css/14274_79.htm, diakses tanggal 21 Mei 2011.
Anusavice, K.J.. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials, 11th edition. Elsevier : St. Louis.
Birnbaum, W. dan Dunne, S.M. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulu : Petunjuk Bagi Klinisi. EGC : Jakarta.
Cohen S. and Hargreaves K.M. 2006. Pathways of the Pulp, ninth Edition. Elsevier : Mosby.
Haesman, P.  et al. 2003. Master Dentistry The Perfect Revision Aid for Final Dentistry Exams volume2 : Restorative Dentistry Paediatric Dentistry Orthodontics. Churchill livingstone : oxford.
Jones, J.D. and Garcia, L.T. 2009. Removable Partial Dentures. Blackwell publishing : USA.
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Watson, T.F. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry, 8th edition. Oxford University Press : Oxford.
Kidd, E. A. M dan Bechal, S. J. 1991. Dasar- Dasar Karies: Penyakit dan Penanggulangannya. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif, et all., 2007. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran,edisi III, jilid kedua, cetakan keenam. Media Aesculapius : Jakarta. 54-59.
Marzouk, M.A et al. 1985. Operative Dentistry Modern Theory and Practice. St Louis: Tokyo (Page 245- 248)
Mehta, N. R, et al.2009. Head, Neck, and Face Pain Science, Evaluation, and Management. Willey-Blackwell : New Jersey.
Mustaqimah, D.N. 2008. Resesi Gingiva dan Cara Mudah Melakukan Penutupannya. Dentika Dental Jurnal vol.13 (1) : 52-56.
Qualtrough, A.J.E., Satterthwaite, J.D., Morrow, L.A., and Brunton, P.A. 2005. Principles of Operative Dentistry. Blackwell publishing company : Oxford.
Roberson, T.M. et al. 2002. Sturdevant’s Art & Science of Operative Dentistry, 4th Edition. Mosby : St. Louis.
Sharaf, Y and Benoliel, R. 2008. Orofacial Pain and Headache. Elseveir : USA.
Seltzer S. and Bender I.B. 1975. The Dental Pulp Biologic Considerations in Dental Procedures. 2nd Edition. J.B. Lippincott Company : Philadelphia and Toronto.
Summitt,B.James, Robbins,William J, Hilton, J. Thomas,dkk . 2006. Fundamentals of Operative Dentistry A Contemporary Approach . Texas : Quintessence Publishing Co, Inc.
Susanto, A.J. 2009. Dental Caries. www. Repository ui .ac .id, diakses tanggal 18 Mei 2011.
Susanto, G.W. 2010. Tusuk Gigi. http://hagerra-clinic.com/?page=artikel5, diakses tanggal 20 Mei 2011.
Van Noort, R. 2007. Introduction to Dental Materials, 3rd edition. Mosby : St. Louis.
Vasconcelos, F. S. Q., et al. 2009. Influence of Anatomic Reference on The Buccal Contour of Prosthetic Crowns. Brazilian Oral Research, 23 (3) : .
Walton, R.E. dan Torabinejad, M, 2003. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. EGC: Jakarta