BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring
dengan berkembangnya teknologi, pengetahuan masyarakat mengenai penyakit gigi
dan mulut pun semakin meningkat. Saat ini, masyarakat sudah semakin sadar untuk
menjaga kesehatan giginya dari berbagai kerusakan, misalnya karies. Karies
masih menjadi permalahan utama kesehatan mulut di masyarakat Indonesia. Karies
dapat didefinisikan sebagai rusaknya
email maupun dentin gigi yang disebabkan karena mikroorganisme dan membutuhkan
waktu sampai terjadinya karies. Menurut Black, karies dapat dibagi menjadi lima
kelas. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan letak daerah yang mengalami
karies seperti klasifikasi karies klas II, daerah yang mengalami kerusakan di interproksimal gigi
posterior, dan kelas V yang merupakan
daerah di satu per tiga gingiva.
Ada
berbagai macam bahan pengisi tumpatan yang dapat digunakan untuk
melakukan restorasi. Beberapa diantaranya adalah
amalgam, semen ionomer kaca, dan resin
komposit. Pemilihan bahan tentunya disesuaikan
dengan indikasi kasus yang terjadi dan
juga mempertimbangkan aspek estetika dan ekonomis yang diinginkan pasien.
Pada makalah ini, akan dibahas mengenai berbagai hal yang berhubungan
dengan restorasi amalgam kelas II dan kelas V. Hal-hal tersebut meliputi
indikasi dan kontraindikasi, batasan-batasan pembuatan restorasi amalgam kelas
II dan V, teknik restorasi yang dapat digunakan, serta kegagalan yang mungkin
terjadi pada restorasi amalgam kelas II dan V.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja indikasi dan kontraindikasi pada restorasi amalgam kelas II dan V?
2. Dimana
batasan pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V?
3. Bagaimana
teknik restorasi amalgam kelas II dan V?
4. Apa
saja kegagalan yang mungkin terjadi pada restorasi amalgam kelas II dan V?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui indikasi dan kontraindikasi pada pembuatan restorasi amalgam kelas
II dan V.
2. Untuk
memahami sejauh mana batasan pada pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.
3. Untuk
mengetahui teknik pembuatan restorasi amalgam kelas II dan V.
4. Untuk
mengetahui kegagalan yang mungkin terjadi pada pembuatan restorasi amalgam
kelas II dan V.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian Restorasi
Gigi
Restorasi adalah hasil akhir prosedur
kedokteran gigi yang bertujuan memugar bentuk, fungsi, dan penampilan gigi.
(Harty dan Ogston, 1995)
B. Pengertian
Amalgam
Amalgam adalah alloy yang memiliki
merkuri sebagai salah satu komponennya. Amalgam yang digunakan dalam kedokteran
gigi, adalah bubuk dan cair. Liquidnya yaitu merkuri sedangkan powdenya adalah
silver based alloy dengan jenis varian dan kombinasi.
Amalgam adalah campuran merkuri dengan satu
atau lebih logam lainnya, amalgam gigi paling moden terdiri dari kombinasi
merkuri dengan perak, timah, tembaga, dan zink. Amalgam berasal dari kata
yunani ‘malagma’(emolien) dari malassein (untuk melunakkan), titik lebur
campuran yang diturunkan dan massa yang demikian dilunakkan oleh adanya merkuri
sebagai komponennya.
Amalgam didefinisikan sebagai campuran
dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Dental
amalgam sendiri merupakan campuran dari merkuri (Hg), perak(Ag),timah (Sn),
tcmbaga (Cu) dan bahan-bahan lain yang memiliki fungsinya masing-masing. Semua
unsur tersebut saling melengkapi jika dikombinasikan dengan perbandingan yang
tepat.
Amalgam dapat mengalami perubahan dimensi
selama pemanipulasiannya. Terdapat dua jenis perubahan dimensi pada amalgam,
yaitu kontraksi (pengerutan) dan ekspansi (pengembangan). Ekspansi dapat
menyebabkan tekanan pada puIpa dan sensitivitas pasca-operatif, sedangkan
kontraksi dapat berakibat pada timbulnya celah keeil dan karies sekunder.
Kontraksi terjadi setelah triturasi yang disebabkan oleh larutnya partikel Ag
dan terbentuknya kristal V1 yang menimbulkan volume akhir yang lebih keeil dari
pada volume awalnya. Suatu kontraksi yang kecil dapat terjadi kembali pada 1-2
jam setelahnya karena pembentukan massa padat Hg di dalam Ag3Sn.
Pada saat kondensasi, kontraksi masih
berlangsung karena tekanan yang diberikan menyebabkan bergeraknya merkuri
keluar dari massa. Ekspansi yang timbul 20 menit setelah triturasi disebabkan
oleh penyusunan yang rapat dari kristal-kristal y1 di dalam matrix. Ekspansi
terns berlanjut sampai satu jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya perubahan dimensi pada amalgam adalah ukuran partikel alloy,
perbandingan merkuri dengan alloy amalgam, waktu triturasi, kondensasi dan
kontaminasi
(http://www.researchgate.net/)
C.
Sejarah Amalgam
Amalgam dalam bidang kedokteran gigi disebut dental
amalgam, yaitu suatu paduan antara merkuri (Hg) dan suatu alloy. Menurut Charbeneau
dkk. (1981) amalgam pertama kali diperkenalkan oleh Taveau pada tahun 1826 di
Paris. Pada waktu pertama kali diperkenalkan, amalgam disebut silver amalgam,
karena bagian terbesar komponennya adalah perak. Black adalah orang yang
pertama kali memperkenalkan amalgam dengan bentuk partikel lathe cut. Dalam
publikasinya pada tahun 1896, komposisi alloy amalgam adalah:
1. Ag (perak) 68,50%
2. Sn (Timah putih) 25,50%
3. Au (emas) 5%
4. Zn (seng) 1%
Formula yang dituliskan Black hanya dipakai sebentar,
selanjutnya berdasarkan penelitian oleh Flagg, emas dan platina dianjurkan
tidak ditambahkan pada formula amalgam. Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan
bubuk amalgam bentuk bulatan kecil (spherical), yang kemudian berkembang
menjadi partikel yang lebih kecil.
Meskipun amalgam telah dipakai dalam restorasi lesi
karies sejak abad ke-15 atau bahkan lebih dini lagi, amalgam masih merupakan
suatu bahan yang paling banyak dipergunakan. Kualitas yang paling baik dari
amalgam gigi ini adalah tahan lama dan mudah manipulasinya. Cukup bisa
beradaptasi dengan cairan mulut, amalgam adalah restorasi yang relatif murah
dan dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan dapat dikatakan bahwa amalgam
merupakan suatu bahan tambalan yang paling banyak dipergunakan dokter gigi.
Menurut definisi, amalgam adalah campuran dari dua
atau beberapa logam, salah satunya adalah merkuri. Seperti nanti bisa dilihat,
alloy amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam. Amalgam itu sendiri
merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut
amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis dimasukkan ke
dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.
Dalam hal ini dikatakan bahwa restorasi amalgam
“sering lebih baik daripada kelihatannya.” Kekurangan yang nyata sering tampak
pada restorasi yang sudah berfungsi cukup lama, terutama memburuknya bagian
tepi, yang disebut “ditching” pada interfase dengan gigi. Kita mungkin
membayangkan bahwa karies selalu terdapat pada bagian tepi yang terbuka
disebabkan oleh penetrasi dari cairan ludah, debris, dan mikroorganisme.
Sebenarnya hal ini tidak selalu terjadi, walaupun restorasi kehilangan
estetiknya dan terjadi degradasi terus-menerus. Penjelasannya terletak pada
sifat amalgam yang unik. Sewaktu restorasi makin tua, produk-produk korosi
terbentuk sepanjang batas antara restorasi dan gigi. Produk ini akan bertindak
sebagai pemblokir mekanik dari penetrasi agen-agen beracun. Mekanisme swa-penyembuhan
ini menyebabkan bahan restorasi amalgam tahan lama.
Spesifikasi dari The American Dental Association untuk
alloy amalgam gigi telah banyak mengurangi jumlah produk komersial yang buruk.
Walaupun beberapa tipe tertentu (misalnya, system amalgam dengan kandungan
tembaga yang tinggi, yang akan dibahas kemudian) adalah unggul, presentase
kegagalan yang tinggi disebabkan karena desain preparasi yang tidak tepat,
kesalahan manipulasi dari amalgam dan amalgam yang terkontaminasi waktu
pengisian setiap langkah dalam prosedur, dari waktu alloy diseleksi sampai
restorasi dipoles, mempunyai efek terhadap sifat amalgam, yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan restorasi amalgam yang telah dilakukan.
D.
Pengertian Biokompatibilitas
Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kehidupan
harmonis antara bahan dan lingkungan yang tidak mempunyai pengaruh toksik atau
jejas terhadap fungsi biologi. Biokompatibilitas berhubungan dengan uji
biologis yang merupakan interaksi antara sifat fisika atau mekanik melalui degenerasi
sel, kematian sel dan beberapa tipe nekrosis. Tujuan biokompatibilitas adalah
untuk mengeliminasi komponen bahan yang berpotensi merusakan jaringan rongga
mulut.
Sebuah bahan dikatakan biokompatible ketika bahan
tersebut tidak merusaklingkungan biologis di sekitarnya. Syarat
biokompatibilitas bahan kedokteran gigi adalah:
1.Tidak
membahayakan pulpa dan jaringan lunak.
2.Tidak
mengandung bahan toksik yang dapat berdifusi, terlepas dan diabsorbsi dalam
sistem sirkulasi.
3.Bebas dari
agent yang dapat menyebabkan reaksi alergi.
4.Tidak
berpotensi sebagai bahan karsinogenik.
E.
Biokompatibilitas Amalgam
Amalgam
merupakan bahan yang paling sering digunakan karena bahan ini dapat bertahan
lama sebagai bahan tumpatan, mudah memanipulasinya, mudah beradaptasi dengan
cairan mulut dan harganya relatif murah. Namun, mengenai masalah efek samping
yang ditimbulkan oleh bahan ini masih dipertanyakan karena masih ada anggapan
bahwa amalgam berbahaya bagi kesehatan tubuh pasien, hal ini karena di dalam
amalgam terkandung merkuri. Merkuri dalam keadaan bebas sangat berbahaya bagi
kesehatan karena dapat meracuni tubuh oleh karena itu merkuri di dalam amalgam
dianggap berbahaya. Bahaya merkuri ini tidak hanya mengancam kesehatan pasien
tetapi juga dokter gigi itu sendiri, uap merkuri yang terhirup pada saat
mengaduk amalgam dapat menimbulkan efek toksik kumulatif pada dokter gigi
tersebut.
Merkuri yang terkandung dalam amalgam memamg dapat
melakukan penetrasi ke dalam struktur gigi. Merkuri yang telah msuk ke dalam
dentin dapat menyebabkan terjadinya diskolorisasi pada gigi, tidak hanya itu
saja merkuri juga dapat berpenetrasi sampai pada pulpa gigi sehingga malah
terjadi inflamasi pada gigi tersebut. Selain itu, tumpatan amalgam juga
melepaskan sebagian kecil merkuri pada saat penguyahan makanan sehingga
sebagian merkuri masuk dalam tubuh, hal ini juga semakin menambah keraguan atas
tingkat biokompatibilitas dari amalgam itu sendiri.
Keraguan atas tingkat biokompatibilitas amalgam
terhadap kesehatan tubuh seharusnya tidak perlu terjadi karena sebetulnya
mengenai kemungkinan reaksi toksik pada pasien akidat penetrasi merkuri pada
gigi serta alergi yang ditimbulkannya belum begitu jelas. Kontak pasien dengan
uap merkuri selama pengisian tumpatan amalgam begitu singkat dan jumlah uap
merkuri begitu kecil untuk dapat membahayakan tubuh. Bahaya pemakaian amalgam
telah banyak dipelajari, perkiraan yang paling bisa diandalkan adalah bahwa
merkuri dari tumpatan amalgam tidak cukup signifikan untuk dapat meracuni
pasien.
F. Klasifikasi Kavitas menurut G.V.Black
Kavitas
bisa diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok baik menurut kedalamannya,
jumlah permukaan gigi yang dikenainya, maupun menurut permukaan mana yang
dikenainya. Para ahli pun mengelompokkan kavitas berdasarkan cara yang
berbeda-beda. Pengelompokan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi
dari Greene Vardiman Black. G.V.
Black mengklasifikasikan kavitas menjadi 6 kelas yaitu:
1.
Kelas I
2.
Kelas II
3.
Kelas III
4.
Kelas IV
5.
Kelas V
6.
Kelas IV
G. Kavitas kelas II
Kavitas kelas II merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan
proksimal gigi posterior (gigi molar dan premolar).
Kavitas pada permukaan halus atau lesi mesial dan atau distal biasanya berada
di bawah titik kontak yang sulit dibersihkan. Menurut definisi Dr. Black,
karies Klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satu
permukaan proksimal dari gigi sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO
(mesio – oklusal), DO (disto – oklusal), dan MOD (mesio – oklusal – distal).
Karena permukaan untuk
perbaikan biasanya dibuat dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan
aproksimal dari gigi direstorasi sekaligus. Tetapi bila dilihat dari
definisinya, kavitas ini adalah lesi proksimal dan tidak selalu mencakup
permukaan oklusal.
(Anonim, 2011)
Ketika ditemukan suatu kasus kavitas kelas II
disertai dengan kavitas pit dan fisure (kelas I), maka keadaan ini
diklasifikasikan sebagai kavitas kelas II.
H. Kavitas kelas V
Kavitas kelas V merupakan kavitas yang terdapat pada 1/3 gingival pada
semua gigi, di permukaan bukal, labial, lingual
dan palatinal (bukan pada pit dan fisur), namun lesi ini
lebih dominan timbul di permukaan yang menghadap ke bibir dan pipi daripada
lidah. Kavitas Klas V bisa mengenai sementum selain email.
Kavitas kelas V pada gigi incisivus sentralis
kanan atas. (Shuman, 2004)
I.
Kegagalan
Restorasi Amalgam Kavitas kelas II
1. Fraktur
marginal ridge (lingir tepi)
Penyebab:
- Axiopulpal
line angle tidak dibulatkan saat preparasi
- Marginal
ridge terlalu tinggi
- Embrasur
oklusal tidak benar
Solusi:
- Axiopulpal
line angle dibulatkan saat preparasi
- Tinggi
marginal ridge disesuaikan dengan gigi sebelahnya dan dengan oklusi
- Menciptakan
embrasur oklusal yang bersesuaian dengan gigi sebelahnya
2. Tumpatan
overhanging sehingga mengiritasi
gingiva
Penyebab:
- Kesalahan
peletakan wedge yang terlalu ke gingival saat insersi amalgam
Solusi:
- Posisi
wedge diletakkan secara benar
3. Tepi
amalgam lemah
Penyebab:
- Kertidaksesuaian
antara tumpatan amalgam dengan arah dinding mesiolingual dan mesiofasial
Solusi:
- Perhatian
khusus pada arah prisma email dan sifat amalgam saat preparasi dan insersi
amalgam.
(Roberson, 2006)
BAB III
PEMBAHASAN
A.
TUMPATAN
KELAS II
1.
Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi
Amalgam untuk Kavitas kelas II:
1. Kehilangan
jaringan gigi sebelum dan selama perawatan minimal. Karies melibatkan permukaan
occluso-distal atau mesio-occlusal.
2. Prognosis
yang tidak meyakinkan sehingga yang paling baik adalah memberikan restorasi
semipermanen yang tahan lama.
3. Mudah
dikerjakan dan murah.
4. Gigi
masih vital.
Kontra Indikasi Amalgam untuk
Kavitas kelas II:
1. Jumlah
karies yang tinggi.
2. Karies
yang luas melibatkan cups.
3. Dibutuhkan
estetik.
4. Gigi
antagonis logam yang tidak sejenis.
2. Batasan Pembuatan
Restorasi
Retorasi amalgam klas II dapat bertahan
lama jika :
1. Preparasi
gigi tepat
2. Matriks
sesuai
3. Daerah
operasi terisolasi
4. Material
restorasi dimanipulasi dengan tepat
Restorasi dengan bahan amalgam sangat baik digunakan ketika insidensi
karies tinggi. Banyak
dokter gigi di UK yang masih menggunakan amalgam sebagai bahan tumpatan
proksimal. Tetapi, kekurangannya adalah estetika menjadi kurang baik, kurangnya
ikatan dengan jaringan pada gigi dan tidak memiliki sifat kariostatik. Amalgam
dapat menutup kavitas tapi tidak mendukung enamel dan dentin. Oleh karena itu,
ketika estetika menjadi hal yang utama atau ketika enamel dan dentin menjadi
lemah akibat karies, restorasi menggunakan resin komposit dapat menjadi
pilihan.
3.
Teknik Restorasi
Ukuran dari restorasi tergantung
dari keadaan dan kebutuhan. Apabila karies menggerogoti email di sepanjang gingival border, haruslah dibuat floor pada restorasi untuk menghilangkan
email yang tidak disokong oleh dentin. Luasnya caries lingual dan fasial
mempengaruhi besarnya preparasi kavitas.
Dinding dari restorasi di buat
kurang lebih datar dan lurus dengan sudut cavosurface pada 90 derajat. Berhasilnya
tumpatan tergantung pada akuransi dan ketepatan pembuatan alur (groove).
Keberhasilan suatu cavitas adalah
hasil dari pemeriksaan area kavitas seperti kedalaman cavitas, kehalusan occlusal wall atau line angle-nya. Sudut pada alur (groove) dari preparasi kavitas
dapat meningkatkan retensi dari restorasi amalgam. Dinding-dinding perifer
haruslah halus.
Saat menghilangkan debris apabila
kavitasnya luas kemungkinan terpaparnya pulpa lebih meningkat. Untuk itu
disarankan memakai base atau liners untuk melindungi pulpa dari restorasi yang
dalam.
Apabila restorasi lebih tinggi atau
lebih rendah dari permukaan oklusal maka akan meningkatkan akumulasi plak dan
mempermudah makanan untuk masuk ke sela selanya sehingga kemungkinan terjadi
recurrent caries bisa lebih tinggi.
Pada
restorasi amalgam kelas II, ada beberapa tahapan :
a. Initial
Clinical Procedures
Pada tahap ini, dilakukan persiapan
sebelum dilakukan preparasi gigi yang akan direstorasi amalgam kelas II.
Sebelumnya perlu dilakukan pengecekan oklusi pasien dengan articulating paper.
Keadaan trauma oklusi harus dibenarkan agar tidak merusak tumpatan yang telah
dibuat. Pada umumnya, anastesi perlu dilakukan untuk restorasi amalgam kelas
II. Pemasangan rubber dam juga diperlukan apabila lesi karies cukup luas.
b. Preparasi Kavitas
Hal yang harus diperhatikan yaitu
tepi dari preparasi haruslah tajam dan
bersih. Celah pada bagian dinding fasial dan lingual dengan groove bentuknya
datar, sedangakan pada daerah gingival floor halus. Operator haruslah yakin
bahwa celah atau lubang preparasi sudah tepat.
Pertama, harus
dibuat occlusal outline form atau occlusal step. Dengan menggunakan bur nomor
245, dilakukan pemotongan pada bagian fisur atau pit yang paling dekat dengan
bagian proksimal. Sumbu panjang bur harus sejajar dengan axis gigi. Kedalaman
seitar 1,5 mm sampai 2 mm. Agar tercipta preparasi yang konservatif, maka
itsmus dibuat sesempit mungkin atau selebar bur nomor 245. Pulpal floor harus
dibuat rata, namun tetap disesuaikan dengan pola DEJ.
Ketika kita
menjaga bur tetap paralel terhadap axis gigi, maka akan tercipta preparasi yang
sedikit konvergen. Beberapa perluasan juga dapat digunakan sebagai retensi,
bisa dibuat dovetail atau yang berasal dari fisur central.Yang harus
diperhatikan adalah sebelum seorang dokter gigi memperluas area preparasinya
sampai bagian marginal ridge, ia harus mmvisualisasikan lokasi akhir dari
facial dan lingual walls dari proximal box relatif terhadap kontak area. Hal
ini dapat menghindari overextension.
Tahap
selanjutnya adalah membuat proximal outline form atau disebut juga proximal
box. Tujuan pembuatan proximal box adalah
§
Menghilangkan
semua lesi karies, kesalahan, dan material restorative yang lama.
§
Menciptakan
margin carvosurface sebesar 90 derajat.
§
Penghilangan
jaringan yang dekat dengan bagian fasial, lingual, dan gingival tidak lebih
dari 0,5 mm (idealnya).
Pada pembuatan
proximal box, hal pertama yang dibuat adalah isolasi bagian enamel proksimal
dengan proximal ditch cut. Dengan mengunakan bur berdiameter 0,8 mm memotong
enamel dan dentin ke arah gingiva. Untuk enamel sekitar 0,2-0,3 mm, sedangkan
dentin sebesar 0,5-0,6mm. Selain itu, jarak dengan gigi terdekat juga harus
diperhatikan: untuk lesi yang kecil 0,5 mm.
Bagian
proximal ditch dapat dibuat divergen ke arah gingiva untuk memastikan dimensi
fasiolingual bagian gingival lebih besar dari pada bagian oklusal.
Enamel yang
terkurung dalam preparasi dihilangkan dengan spoon excavator. Dengan
menggunakan enamel hatchet atau bin-angle chiset atau keduanya, enamel
proksimal yang tidak didukung dengan dentin. Carvosurface diindikasikan sebesar
90 derajat untuk memastikan tidak ada enamel rods yang tertinggal pada bagian
proksimal.
Setelah
proximal box telah terbentuk dengan baik, maka selesailah tahap initial
preparation. Tahap kedua adalah Final Tooth Preparation. Tahapan ini
diawali dengan penghilangan lesi karies pada dentin dan menghilangkan enamel
yang tidak didukung dentin. Penghilangan jaringan karies di dentin menggunakan
excavator, sedangkan pada lesi yang meluas ke arah pulpa dihilangkan
menggunakan round bur.
Kedalaman
dari preparasi oklusal adalah 2,0 mm dan kedalam dari proksimal adalah 3
mm. lebar dari gingival floor sekitar 1
mm.
Pada
preparasi ini, pulpal floor dan gingival floor pada bagian proksimal
harus cukup rata. Hal ini bisa dilakukan dengan chisel atau hatchet. Kerataan
preparasi adalah faktor penting lain, karena ketidak teraturan floor akan menyebabkan titik konsentrasi
tekanan. Saat pasien menggigit restorasi, tekanan akan menyebabkan amalgam
retak (cracking) atau patah.
Axio-pulpal line angle tidak perlu di-bevel pada
preparasi kavitas. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari tekanan dari sudut yang
menyebabkan restorasi patah.
c. Restorative
Technique
Menempatkan sealer atau adhesive system
jarang digunakan, karena penggunaan bonding tidak dapat menggantikan retensi
konvensional secara mekanik yang terjadi antara amalgam dan gigi atau dentin.
Pertama tama pasang matrix band
disekeliling gigi ke dalam contour proksimal sebelum insersi amalgam ke dalam
cavitas. Pembatas kayu (wedge)
ditempatkan di embrasure gingival untuk menstabilkan matrix band. Wedge ini harus erat untuk menghindari adanya overhang amalgam. Cara memasang wedge: (1) memutuskan kira-kira 1,2 cm
tusuk gigi. (2) pegang bagian yan diputus tadi dengan pliers nomor 110. (3)
masukkan poin tip facial atau lingual embrasure (4) ganjal band terhadap gigi
dan margin. Batas atau bentuk dari matrix band
mempengaruhi berhasilnya restorasi.
Amalgam dimasukkan ke dalam cavitas
dengan menggunakan condenser dan marginal di raratakan dengan probe.
Matrix band dilepas setelah di isi
amalgam untuk mengetahui apakah ada yang berlebih. Kelebihan amalgam dapat di
hilangkan dengan pisau amalgam.
Amalgam kemudian di burnish dengan
menggunakan ball burnisher untuk memampatkan amalgam dengan lebih baik. Setelah
di burnish, carver digunakan untuk memperbaiki embrasure oklusal dari
restorasi.
Kemudian amalgam di polish untuk
mengurasi sifat tarnish, korosi dan meretensi plak. Green stone digunakan untuk
mempolish amalgam dan di ikuti dengan karang, dan abrasive rubber point. Medium
girt dan fine grit abrasive point dengan handpiece kecepatan rendah digunakan
untuk polishing tahap akhir dari restorasi. Polishing dilakukan satu hari
setelah amalagam di insersikan ke dalam kavitas agar amalgam setting sempurna.
Dengan demikian, dapat tercapai permukaan amalgam amalgam yang halus dan
berkilau.
4. Kegagalan Restorasi Amalgam Kelas II
Penelitian terhadap restorasi
amalgam yang gagal menunjukkan bahwa kesalahan operator pada saat preparasi dan
manipulasi bahan mempunyai peranan yang penting terhadap ketahanan sebuah
restorasi amalgam.
Kegagalan restorasi kelas II
meliputi :
4.
Fraktur marginal ridge (lingir tepi)
Penyebabnya adalah axiopulpal line angle
tidak dibulatkan saat preparasi, marginal ridge terlalu tinggi, dan embrasur
oklusal tidak benar. Solusi untuk mengatasi fraktur ini adalah axiopulpal line
angle dibulatkan saat preparasi, tinggi marginal ridge disesuaikan dengan gigi
sebelahnya dan dengan oklusi dan menciptakan embrasur oklusal yang bersesuaian
dengan gigi sebelahnya.
5.
Karies sekunder
Karies sekunder dapat terjadi pada gigi
yang sudah direstorasi. Biasanya terjadi kebocoran pada margin tumpatan dengan
jaringan gigi yang sehat. Dapat juga
disebabkan karena bagian isthmus pecah sehingga menjadi pintu masuk bagi
saliva, sisa makanan dan bakteri. Preparasi yang tidak tepat pada daerah
proksimal hingga ke bagian yang mudah dibersihkan (self cleansing) juga mendorong terjadinya karies sekunder.
6.
Tumpatan overhanging sehingga mengiritasi gingiva
Penyebabnya adalah hesalahan peletakan
wedge yang terlalu ke gingival saat insersi amalgam. Posisi wedge harus
diletakkan secara benar.
7.
Patah pada isthmus
Daerah isthmus pada tumpatan kelas II adalah
daerah sempit yang menghubungkan dua daerah tumpatan yang lebih besar, sehingga
apabila patah pada daerah ini menyebabkan lepasnya dinding proksimal.
Pencegahan terhadap patah di daerah isthmus dapat dilakukan dengan
memperhatikan letak pembuatan isthmus, yaitu pada sepertiga atau seperempat
lebar kuspid mesio-distal dan lebar isthmus ideal sekitar sepertiga jarak
buko-lingual. Dasar kavitas pada perbatasan dinding aksial dan oklusal dibuat
bevel untuk memberi ketebalan yang cukup sehingga mampu menahan beban kunyah.
8.
Tepi amalgam lemah
Penyebabnya adalah kertidaksesuaian antara
tumpatan amalgam dengan arah dinding mesiolingual dan mesiofasial.
Solusinya,harus diperhatian khusus pada arah prisma email dan sifat amalgam
saat preparasi dan insersi amalgam.
9.
Restorasi lepas
seluruhnya
Retensi sangat dibutuhkan pada setiap
restorasi terutama pada kelas II. Untuk menghindari lepasnya restorasi dari
kekuatan tarik maka pada bentuk kavitas kelas II harus dibuat dovetail.
B. TUMPATAN
KELAS V
1. Indikasi
dan kontra Indikasi
Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas
V:
Kelas V amalgam digunakan untuk menumpat kavitas di sepertiga cervical
mahkota gigi baik fasial maupun lingual. Restorasi amalgam biasanya digunakan
untuk merestorasi area non-estetik, area dimana akses dan visibilitasnya
terbatas dan dimana kontrol kelembapannya sulit, dan
untuk area dengan area yang dalam secara gingival. Amalgam lebih dipilih saat
lesi karies meluas ke arah gingival dimana flap jaringan lunak harus
direfleksikan untuk mendapatkan akses dan visibilitas yang cukup.
Kontra Indikasi Amalgam untuk Kavitas kelas
V:
Kelas V amalgam
kontraindikasi untuk area-area yang penting secara estetik seperti gigi-gigi
anterior karena akan terlihat selama berbicara.
2. Batasan
pembuatan restorasi
Restorasi
amalgam untuk gigi dengan kavitas kelas II dan V adalah alternatif untuk pasien dengan
lesi baru atau karies akar yang berhubungan dengan restorasi yang sudah lama
dan gagal atau untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan mahkotanya.
3. Teknik
restorasi
a. Prosedur
Awal
Salah
satu langkah awal yang dilakukan dalam restorasi amalgam adalah isolasi daerah
perawatan. Isolasi yang tepat mencegah daerah perawatan terkontaminasi oleh
kelembaban, meningkatkan asepsis, dan memfasilitasi akses dan visibilitas
daerah perawatan. Saliva, gingival
crevicular fluid atau darah harus dihilangkan selama pembuangan jaringan
karies, aplikasi liner dan adhesif. Kelembaban menyulitkan penilaian visual dan
juga dapat mengkontaminasi pulpa selama pembuangan jaringan karies. Selain itu
juga mempengaruhi sifat fisik dari bahan restorasi yang digunakan. Margin
gingiva preparasi gigi klas V sering terletak lebih apikal daripada gingival crest. Oleh karena itu,
diperlukan suatu proses isolasi untuk memberi proteksi pada free gingiva dan untuk menyediakan akses
ke daerah perawatan.
Macam
bahan yang digunakan untuk isolasi daerah perawatan antara lain dengan rubber dam dan retainer, selain itu
menggunakan gulungan kapas dan benang retraksi atau retraction cord.
Gambar 1. Penggunaan rubber dam dan retainer untuk
isolasi area perawatan
Isolasi
menggunakan gulungan kapas dan benang retraksi akan efektif bila pemasangannya
tepat, dan cara ini adalah cara isolasi yang paling sering digunakan.
Gambar 2. Penggunaan benang retraksi untuk isolasi lesi klas V. A. Gambaran preoperatif B. Penempatan benang C. Penempatan benang dengan instrumen flat-bladed D. Hasil akhir
Tali
retraksi harus diletakkan di sulkus gingiva sebelum preparasi gigi dilakukan
untuk menghindari perlukaan pada daerah free
gingiva. Benang retraksi ini harus secara adekuat meretraksi free gingiva. Setelah benang retraksi
terpasang di sulkus gingiva, dokter gigi menggunakan gulungan kapas dan
semprotan udara (air syringe) untuk
mengeringkan area perawatan. Ukuran benang retraksi adalah ¼ inchi atau 6mm
lebih panjang daripada margin gingiva. Diameternya harusdisesuaikan dengan
kedalaman sulkus gingiva karakteristik free
gingiva. Biasanya diameter paling kecil dipasang pada sulkus gigi anterior
dan gigi premolar karena free gingiva
yang terdapat pada gigi-gigi ini tipis, halus, dan ketat. Bila perlu, benang
dapat dibagi menjadi dua lalu dipintal menjadi satu sehingga diameternya lebih
kecil.Jika free gingiva terlihat
memucat, berarti diameter benang retraksi yang digunakan terlalu besar, dan
harus diganti dengan yang diameternya lebih kecil. Benang retraksi biasanya
dibiarkan terpasang selama proses preparasi gigi, insersi dan carving amalgam.
b. Preparasi
Gigi
Untuk
membuat outline form yang tepat untuk
preparasi tumpatan amalgam klas V, margin kavitas diperluas sampai pada area
yang masih sehat, dengan batasan kedalaman aksial 0.5 mm ke dalam DEJ dan 0.75
mm ke dalam sementum (pada bagian akar gigi). Outline form untuk preparasi tumpatan amalgam klas V diukur
terutama dengan lokasi dan ukuran dari karies atau material restorasi lama.
Dahulu, preparasi tumpatan amalgam di daerah cervical dibuat seluas mungkin,
namun sekarang, mengacu pada filosofi konservasi, preparasi dibuat seminimal mungkin,
tergantung dari ukuran kerusakan yang ada.
Operator harus memeriksa email gigi yang
akan dipreparasi untuk mengetahui kedalaman dekalsifikasi yang terjadi pada
email. Perluasan outline form bisa
dilakukan pada email yang tidak dijumpai kavitas dan dekalsifikasi. Pada
beberapa kasus, jika ada dekalsifikasi pada daerah outline form seluruhnya, outline
form harus diperluas sampai area cervical
proximal. Pada kasus seperti ini, kemungkinan proses restorasi akan susah
dan disarankan untuk dibuat restorasi full
crown.
1. Preparasi
Awal
Prinsip
umum preparasi berlaku untuk preparasi dimana saja. Preparasi awal dilakukan
dengan tapered fissure bur dengan
ukuran yang disesuaikan dengan kavitas. Kedalaman axial awal yang harus dicapai adalah 0.5 mm ke dalam DEJ. Kedalamanaxial total yang harus dicapai biasanya
1-1.25 mm tergantung lokasi incisogingival
(occlusogingival). Email lebih tebal
pada daerah incisal dan occlusal daripada cervical. Kedalaman preparasi untuk area cervical adalah 0.75-1 mm. Ujung mata bur pada preparasi awal
terletak di dentin yang berkaries atau di permukaan material restorasi lama.
Posisi bur harus diperhatikan agar selalu tegak lurus dengan permukaan luar
struktur gigi dan paralel dengan enamel
rods. Biasanya diperlukan pengubahan orientasi handpiece untuk mengakomodasi kecembungan gigi di daerah cervical mesiodistal dan incisogingival.
Kedalaman
0.5 mm dalam DEJ menghasilkan retensi yang diperlukan tanpa merusak email.
Untuk preparasi gigi yang diperluas sampai daerah incisogingival, dinding axial
harus dibuat lebih cembung mengikuti kontur DEJ.
Bur
yang digunakan untuk preparasi awal adalah round
carbide burs (no.2 atau no.4). Round
burs diindikasikan untuk area yang tidak dapat diakses dengan fissure bur yang diaplikasikan tegak
lurus dengan permukaan gigi. Jika diperlukan, round burs yang lebih kecil juga dapat digunakan untuk membentuk
sudut internal pada preparasi ini, untuk mengusahakan retensi yang lebih baik.
Gambar 3. Preparasi awal. A. Posisi bur
B. Potongan outline form yang
mempunyai kedalaman axial tertentu
Gambar 4. Perluasan outline form ke A.gingival B.mesial C.Distal D.posisi bur tegak
lurus terhadap permukaan luar gigi
b. Preparasi Akhir
Tahap
preparasi akhir meliputi pembuangan dentin yang terinfeksi karies, proteksi
pulpa, pembuatan retensi, finishing
external wall, cleaning, inspecting,
desensitizing. Dinding axial
dentin yang terinfeksi dibuang dengan bur no.2 atau no.4. Material restorasi
lama (termasuk base dan liner) bisa tetap disisakan dengan
syarat:
1. Berdasarkan
pemeriksaan klinis maupun radiografis tidak didapatkan recurrent caries
2. Base
dan liner dalam keadaan intact
3. Asymptomatic
Gambar
4. Pembuatan retensi. A. Bur no.1/4 untuk pembuatan alur gingival B. Alur
retensi gingival sepanjang gingivoaxial
line angle C & D.
Alur sepanjang gingivoaxial dan incisoaxial line angle E.penampakan dari
facial F.potongan incisogingival G. Potongan mesiodistal
Gambar 5. A. Preparasi dengan dinding axial mengikuti kontur DEJ, mesiodistal
B.Incisogingival C. Dinding axial sedalam
1 mm di bagian mahkota dan 0.75 di bagian akar D.preparasi klas V dengan
retensi pada 4 sudut
Pada
restorasi amalgam, perlu dibuat suatu bentuk retensi tersendiri karena retensi
yang ada pada restorasi amalgam hanya restorasi makromekanis. Bur no.1/4
digunakan untuk membuat 2 alur retensi, yaitu di incisoaxial line angle dan di gingivoaxial
line angle. Handpiece harus
diposisikan sedemikian rupa sehingga membagi dua sudut yang terbentuk antara axial wall dan incisal wall. Arah alur incisal yang dibentuk harus lebih incisal daripada
axial dan arah alur gingival harus lebih gingival daripada axial. Kedalaman
alur yang dibentuk kira-kira 0.25 mm, atau setengah diameter bur. Alur yang
dibuat harus adekuat, karena merupakan satu-satunya retensi dari restorasi.
Sebaiknya retensi dibuat pada 4 titik yang berbeda, masing-masing di sudut
axial (axial point angle). Pembuatan
retensi pada 4 titik ini akan meminimalkan pengurangan dentin yang berada dekat
dengan pulpa sehingga paparan mekanis terhadap pulpa dapat dikurangi.
Selain
bur no.1/4, alat yang dapat digunakan dalam pembuatan alur ini adalah 7-85-2
1/2 -6-angle-former chisel atau bur
no.33 ½ . tahapan selanjutnya adalah cleansing
atau pembersihan preparasi dengan air
water spray dan evakuasi. Air syringe
digunakan untuk menghilangkan cairan. Inspeksi dilakukan untuk mengecek
apakah preparasi yang dilakukan sudah komplit. Jika preparasi telah komplit,
tahapan selanjutnya adalah aplikasi desensitizer.
Preparasi luas yang melibatkan line angles :
Untuk karies pada permukaan
fasial yang melibatkan line angle
gigi, preparasinya seharusnya melebar hingga sekitar line angle. Preparasinya menggunakan fissure bur kemudian
dilanjutkan menggunakan round bur yang diameternya sama seperti fissure bur.
Preparasi pada bagian fasial tersebut untuk menyediakan akses pada daerah
perluasan (melibatkan line angle).Menempatkan retensi grooves sepanjang occlusoaxial dan
gingivoaxial line angle sebagai
retensi. Gingival margin trimmer atau 7-85-21/2-6 angle former chisel bisa digunakan untuk menyediakan bentukan retensi
ketika akses handpiece sulit. Jika
bentukan outline kelas V mendekati
restorasi proximal maka lebih baik melebarkan preparasi sampai area restorasi
proximal.
3. Teknik
Restorasi
a. Aplikasi sealer dan bonding
Aplikasi sealer dan bonding dapat mencegah kebocoran. Bonding
digunakan sebagai penyedia adhesi terhadap struktur amalgam.
b. Menempatkan matrix
Salah satu
alternatifnya adalah menggunakan matrix yang berukuran pendek dengan bahan
stainless steel,masing-masing untuk mesial dan distal, yang ditempatkan melalui
kontak proksimal, sebagai petunjuk pada sulcus gingival dan sudut-sudut tipis.
Stripnya harus cukup lebar hingga melebar kearah oklusal melalui kontak
proksimal dan cukup
panjang hingga fasial line angle. Strip
yang digunakan harus stabil dan kaku, yang dapat membantu untuk aplikasi
sejumlah kecil campuran lunak pada ujung sudut-sudut tipis sebelum insersi pada
sudut-sudut tersebut. Strip berfungsi sebagai resisten terhadap kondensasi
mesial dan distal, yang akan mendukung kondensasi di puasat preparasi. Untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak maka strip pada sudut gingival harus
disesuaikan (di-trimmer)dengan
sirkumferensial kontur dari dasar sulkus gingival.
Alternatif lainnya
adalah daripada menggunakan dua strip masing-masing pada mesial dan distal,
maka dapat digunakan strip yang panjang hingga melalui kontak proksimal,
melebar ke permukaan lingual, melewati area kontak lainnya, yang membentuk
bentuk U-matrix. Tetapi kelemahannya adalah sulit dalam men-trimmer strip untuk area sulkus gingiva.
c. Kondensasi dan carving
Untuk memasukkan
amalgam ke dalam area preparasi yang kecil, dapat digunakan amalgam carrier dan memadatkan amalgam
terlebih dahulu pada area retensi dengan menggunakan condenser. Kemudian
memadatkan kembali amalgam pada dinding preparasi mesial dan distal. Yang tidak
kalah penting yaitu memadatkan amalgam
dalam volume yang cukup pada pusat preparasi untuk memudahkan mengukir kontur
yang benar. Mengukir dilakukan setelah insersi amalgam. Pengukiran dilakukan
dengan explorer tine atau Hollenback No. 3 carver yang dipegang paralel
terhadap margin.
Sisi amalgam carver (tangkai/pegangannya)harus diposisikan
bertumpu pada area yang tidak dipreparasi, untuk mencegah overcarving. Pengukiran dilakukan pada margin incisal atau oklusal
untuk menghilangkan sisa-sisa amalgam, kemudian berlanjut pada sisi margin
mesial dan distal. Penghilangan sisa-sisa amalgam harus dilakukan dengan benar
pada tepi-tepi dan benar-benar bersih agar tidak menyebabkan iritasi gingival
dan kerusakan margin. Kontur fasial harus lebih ditingkatkan untuk mencegah
makanan terjebak pada sulkus gingival dan juga untuk menyediakan akses untuk
pembersihan area. Over kontur perlu dihindari untuk mencegah under stimulasi dan pembersihan pada
gingiva selama mastikasi. Pembersihan
sisa-sisa amalgam juga dilakukan pada rubber dam dan retraktor menggunakan
eksplorer dan air water syringe.
d. Finishing dan polishing
Ketika prosedur
pengukiran telah dilakukan dengan baik maka finishing
tidak begitu dibutuhkan. Tetapi finishing dan polishing juga penting untuk
mengoreksi diskrepansi atau untuk memperbaiki kontur. Untuk lebih menghaluskan
restorasi yang sudah diukir dapat digunakan kapas yang lembab.
Dalam penggunaan stones atau rotating cutting instruments harus berhati-hati terutama pada
daerah margin di bawah CEJ (cement enamel junction) karena dapat mengurangi
cementum atau menggores tepi gingiva.
4. Kegagalan
restorasi
·
Restorasi amalgam kelas
5 dikontraindikasikan pada pentingnya area secara estetik, karena banyak pasien
dengan objek restorasi metal itu nampak
selama konservasi. Kerugian secara primer restorasi amalgam kelas 5 bahwa
bersifat metalik yang berpotensi untuk kontaminasi merkuri dan tidak estetik.
·
Secara umum, amalgam
kelas 5 ditempatkan pada permukaan facial caninus mandibula, premolar, dan
molar itu tidak nampak secara siap sedangkan amalgam yang ditempatkan pada
premolar maksila dan molar pertama mungkin akan nampak. Oleh karena itu
tuntutan estetik pasien seharusnya dipertimbangkan ketika perencanaan
perawatan.
·
Perbedaan kedalaman
permukaan halus juga menaikkan ketebalan pada sisa dentin antara dinding axial
dan pulpa di aspek gingiva pada preparasi untuk membantu melindungi pulpa.
Untuk preparasi gigi yang diluaskan secara incisogingiva, dinding axial harus
lebih konvex karena itu mengikuti kontur DEJ.
·
Bila amalgam
diaplikasikan pada area yang tajam maka amalgam sulit beradaptasi, karena
amalgam mudah beradaptasi pada area yang bulat untuk retensi alur.
·
Penggunaan amalgam
tanpa matrix dapat mempersulit terjadinya kondensasi pada preparasi gigi dengan
dinding axial yang mesiodistalnya konvex, oleh karena itu amalgam harus dibuat landsliding selama overpaking, dan akan
membantu menahan tekanan pada restorasi.
·
Kegagalan pada saat carving area marginal akan menyebabkan
kontur konvex tidak komplit pada restorasi. Bila terdapat kelebihan amalgam
pada area marginal akan merusak area tepi bahkan menyebabkan iritasi gingiva.
·
Overkontur pada
permukaan terjadi karena peningkatan food
impaction dalam sulkus gingiva dan diperparah dengan kurangnya kesadaran
pasien akan kebersihan rongga mulutnya. Oleh sebab itu overkontur harus dicegah
karena dapat menurunkan stimulasi dan kebersihan gingiva selama pengunyahan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Restorasi amalgam kelas II kontra indikasi untuk kondisi dengan jumlah
karies tinggi serta karies luas yang melibatkan cusp. Sementara itu, restorasi
amalgam kelas V kontra indikasi untuk
area-area yang penting secara estetik.
2.
Restorasi amalgam untuk
gigi dengan kavitas kelas II dan V adalah alternatif untuk pasien dengan
lesi baru atau karies akar yang berhubungan dengan restorasi yang sudah lama
dan gagal atau untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan mahkotanya.
3.
Teknik restorasi yang digunakan dalam restorasi amalgam kelas II dan V ini
meliputi aplikasi sealer dan bonding, penempatan matrix, kondensasi dan carving serta finishing dan polishing.
4.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam restorasi amalgam kelas II
dan V antara lain adalah kegagalan karena kesalahan teknik restorasi seperti
overkontur, kesalahan-kesalahan saat preparasi, maupun terjadinya tumpatan yang overhanging (untuk restorasi kelas II).
5. Beberapa faktor yang menentukan
keberhasilan restorasi amalgam kelas II dan V: preparasi
gigi yang tepat, penggunaan matriks yang sesuai, Keberhasilan isolasi daerah operasi, serta keberhasilan dalan memanipulasi material restorasi.
B.
Saran
Operator harus menguasai dengan baik tahapan preparasi dan
manipulasi bahan restorasi amalgam serta insersi bahan tumpatan demi ketahanan
restorasi amalgam kelas II agar tidak terjadi kegagalan restorasi kelas II
seperti fraktur marginal ridge (lingir tepi), karies sekunder, tumpatan
overhanging, patahnya bahan tumpatan pada bagian isthmus, tepi tumpatan amalgam
yang lemah, dan lepasnya seluruh restorasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. Dental Caries Definition, Classification of Dental Caries, Classification
of Cavity Preparations-Dental Lecture Note diunduh dari http://dentistryandmedicine.blogspot.com/2011/08/dental-caries-definition-classification.html
pada 28 September 2011
Baum,
Phillips, dan Lund. 1997. Buku
Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi 3. Alih Bahasa, Rasinta Tarigan. Jakarta, EGC.
Harty,
F. J. dan Ogston, R., 1995, Kamus
Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.
Howard, W.W.
1973. Atlas of Operative Dentistry, Second Edition. Saint Louis: Mosby
Diakses
pada 28 September 2011 pukul 08.25
http://www.researchgate.net/publication/42349902_Perubahan_Dimensi_Pada_Dental_AmalgamDiakses
pada 28 September 2011 pukul 08.25
McGehee,
William H. O., True,
Harry A. and Inskipp,
E. Frank.,
1956,
A Textbook Of Operative Dentistry, McGraw-Hill Book
Company, Inc: New York.
Prinsip
dan praktik ilmu endodonsia, edisi 3, Richard E. Walton dn mahmoud torabinejad,
EGC : Jakarta, cetakan 1, 2008
Roberson,
T.M., Heymann, H.O., Swift, Jr., E.J., 2006, Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry, 5th
edition, Mosby, St. Louis.
Shuman, E.,
DDS,. 2004 . Direct Composite Cavity Preparation Design and Finishing Using
Carbide Burs, diunduh dari http://www.dentistrytoday.com/aesthetics/242
pada 28 September 2011
Roberson, T.M. Heymann, H. Swift, E. J. 2002. Sturdevant’s : Art and
Science of Operative Dentistry 4th d. Mosby : St. Louis. 743-745
Sturdevant. 2002. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry. Fourth edition. Mosby : Missouri
Kidd, E. A. M., et al. 2003.
Pickard’s Manual of Operative Dentistry. Eight edition. New York: Oxford
University Press Inc.
Pradopo S dan Saskianti T, 2007, Mengatasi
Kegagalan Restorasi Klas II Pada Gigi Sulung.dentika Dental Journal, vol. 12, no.1: 75-80
Roberson, T.M., Heymann, H.O.,
Swift, Jr., E.J., 2006, Sturdevant’s Art
and Science of Operative Dentistry, 5th edition, Mosby, St.
Louis, pp. 705,743-744,763-764
Sherwood,
I. Anand Ph.D. 2010. Essentials of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher.
Mamoun, J. S dan Ahmed, M. K. 2006.
Amalgam matrix for class II and class V preparations connected at the proximal
box. JADA. Vol 137. 186-189